Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah ternyata masih sangat mengandalkan sarana yang dibangun penjajah Belanda dan Jepang untuk mengatasi banjir di Ibukota Jakarta dan hal itu menunjukkan ketidakseriusan mengatasi dan mengantisipasi musibah ini. "Ironis sekali, sampai saat ini drainase dan waduk atau pintu-pintu air di Ibukota dibangun oleh Belanda. Belum ada langkah terpadu untuk mengatasi banjir di Ibukota," kata anggota DPR dari daerah pemilhan (dapil) DKI Jakarta, Effendi S Simbolon, di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa. Dia mempertanyakan mengapa sejak kemerdekaan, pemerintah tidak serius membangun sarana drainase yang memadai dan terpadu untuk mengantisipasi banjir. "Kita pertanyakan, mengapa hal itu tidak dilakukan," katanya. Dengan tidak adanya keseriusan, kata Effendi, maka selama ini ada semacam "pembiaran" oleh pemerintah, sehingga banjir di Ibukota makin parah dan meluas. "Penggunaan tata ruang di Ibukota juga kacau," katanya. Banjir yang terjadi sekitar satu minggu ini di Jakarta telah mengakibatkan sedikitnya 36 orang meninggal, dan beberapa orang lain hilang, serta ratusan ribu orang menjadi pengungsi. Selain itu, banjir juga mengakibatkan kerusakan berbagai prasarana dan sarana seperti telepon, listrik, rel kereta api serta berbagai bangunan mulai dari rumah penduduk, hingga puskesmas. (*)
Copyright © ANTARA 2007