Washington (ANTARA News) - Singapura tetap merupakan tempat paling mudah untuk melakukan usaha, sementara negara-negara berkembang meningkatkan kecepatan reformasi mereka yang ramah bisnis pada tahun lalu, menurut laporan Bank Dunia yang dipublikasikan Selasa.
Singapura, negara kota Asia yang dinamis, menempati peringkat teratas ramah bisnis tahun lalu dalam laporan "Doing Business 2016": Mengukur Kualitas dan Efisiensi Peraturan, yang mencakup 189 negara.
Hampir tidak ada perubahan dalam laporan 10 negara teratas, menurut data disesuaikan yang menggunakan kriteria tahun ini untuk peringkat 2015 dan 2016.
Selandia Baru tetap di posisi nomor dua, diikuti oleh Denmark ketiga, Korea Selatan keempat, Hong Kong kelima, Inggris keenam dan Amerika Serikat ketujuh.
Swedia naik satu tingkat ke posisi nomor delapan, beralih tempat dengan Norwegia yang turun ke posisi kesembilan, dan Finlandia bertahan di tempat ke-10.
Laporan "Doing Business" tahunan Bank Dunia, sekarang di tahun ke-13, melihat lingkungan peraturan bagi perusahaan-perusahaan kecil dan menengah guna melihat bagaimana itu (peraturan) menghambat atau membantu mereka melakukan bisnis, dari memulai dan membayar pajak hingga mendaftarkan harta kekayaan atau properti serta perdagangan lintas batas.
"Sebuah ekonomi modern tidak dapat berfungsi tanpa regulasi dan, pada saat yang sama, itu dapat menjadi terhenti karena peraturan yang buruk dan rumit," kata Kaushik Basu, kepala ekonom Bank Dunia.
"Tantangan pembangunan adalah menapak jalan sempit ini dengan mengidentifikasi peraturan yang baik dan diperlukan, dan menghindari sesuatu yang menghalangi kreativitas dan menghambat fungsi perusahaan-perusahaan kecil dan menengah. "
Dengan menyurvei dan memeringkat ekonomi-ekonomi, pemberi pinjaman pembangunan 188-negara berharap bahwa "buku rapor"-nya akan mendorong regulasi yang memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran bagi rakyat.
Kemajuan cenderung menurun di antara lima kekuatan "emerging-market" atau negara berkembang pesat yang dikenal sebagai BRICS: Brazil, Rusia, India, Tiongkok dan Afrika Selatan.
Tiongkok, ekonomi terbesar kedua di dunia, turun satu tingkat ke posisi 84. Brazil jatuh ke posisi 116 dari 111 dan Afrika Selatan turun empat tingkat ke peringkat 73.
Rusia, yang kesulitan dengan ekonominya yang terpukul oleh penurunan harga minyak dan Sanksi Barat atas konflik Ukraina, naik dalam peringkatnya, menjadi di peringkat 51 dari 54.
India maju ke peringkat 130 dari 134 tahun lalu. Dana Moneter Internasional mengatakan dalam sebuah laporan awal pada Oktober bahwa India telah siap untuk pertumbuhan tercepat diantara negara emerging-market tahun ini, pada 7,3 persen, sebagian berkat reformasi kebijakan.
Dari 189 negara yang disurvei hingga 1 Juni, Bank Dunia menemukan perbaikan dalam kerangka regulasi di 122 dari mereka.
Di antara negara-negara berkembang, 85 melaksanakan 169 reformasi selama tahun lalu tahun, dibandingkan dengan 154 reformasi tahun sebelumnya.
Menambahkan 62 reformasi yang dilakukan oleh negara-negara berpenghasilan tinggi, total 231 reformasi dilaksanakan, kata laporan itu. Sub-Sahara Afrika menyumbang sekitar 30 persen dari reformasi, diikuti oleh Eropa dan Asia Tengah.
Bank Dunia menyoroti 10 teratas "improvers" di dunia -- negara-negara yang mengimplementasikan setidaknya tiga reformasi selama tahun lalu dan bergerak naik posisi peringkatnya: Kosta Rika (58), Uganda (122), Kenya (108), Siprus (47), Mauritania (168), Uzbekistan (87), Kazakhstan (41), Jamaika (64), Senegal (153), dan Benin (158).
Eritrea menempati peringkat terburuk bagi bisnis. Sebanyak 10 negara yang berada di posisi terbawah sebagian besar di Afrika, dengan pengecualian Haiti (182) dan Venezuela (186).
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015