Havana (ANTARA News) - Embargo AS terhadap Kuba, yang dibahas Majelis Umum PBB pada Selasa, bukan hanya tentang politik internasional bagi Elizabeth Navarro. Sejauh yang ia perhatikan, sanksi tersebut adalah sesuatu yang semakin menjauhkan putrinya dari obat kanker yang dibutuhkannya.
Putri Navarro, Noemi Bernardez (7), baru menjalani operasi pengangkatan tumor otak September lalu. Sekarang, dokter mengatakan Noemi membutuhkan obat kemoterapi buatan AS, temozolomide, lapor AFP.
Kedengarannya sepele, namun sayangnya tidak semudah itu.
Sebagai negara bertetangga namun lama bermusuhan, AS dan Kuba memulihkan hubungan diplomatik pada Juli setelah lima dekade berselisih, dan saat ini mencoba memperbaiki hubungan ekonomi.
Kedua negara telah membuka kembali kantor kedutaan di ibu kota masing-masing dan menjalin dialog untuk menyelesaikan perbedaan politik yang masih tersisa, meskipun sanksi perdagangan AS tetap berlaku.
Presiden Barack Obama di Gedung Putih siap mencabut embargo yang mencegah hampir seluruh perdagangan di Selat Florida, namun kalangan konservatif di Kongres AS belum siap mengampuni pulau komunis tersebut.
Hasilnya, Kementerian Kesehatan Kuba harus mencoba mencarikan obat bagi Noemi, yang memiliki kanker ganas, melalui negara ketiga untuk menghindari sanksi AS.
Hidup atau Mati
"Saat ini putri saya menjalani terapi radiasi. Ia harus menyelesaikan sekitar 27 sesi," kata Navarro (28) sambil menghapus air matanya di samping tempat tidur putrinya.
Noemi telah dirawat di rumah sakit selama dua bulan.
Setelah beristirahat dua minggu sejak radiasi, Noemi dijadwalkan menjalani kemoterapi, ujar Navarro.
"Bagi kami, ini seperti hidup atau mati," kata dokter Migdalia Perez yang menangani Noemi.
"Pada Noemi dan pasien lain dengan penyakit yang menyerang hingga ke level jaringan mikroskopis, pengobatan yang berhasil menambah tingkat ketahanan hidup mereka adalah temozolomide," ujar Perez yang sudah 15 tahun bekerja di Onkologi Pediatrik Kuba, dimana perawatan kesehatan tidak dipungut biaya.
Noemi yang keluarganya berasal dari Provinsi Cienfuegos, saat ini berada sangat jauh dari rumahnya. Ia menghabiskan waktunya dengan menonton video dan bermain boneka, dan ibunya selalu mendampinginya. Ia hanya menangis saat perawat memberinya suntikan.
Sekitar 300 anak dirawat tiap tahun di enam fasilitas perawatan kanker di Kuba, sebuah negara yang berpenduduk 11 juta orang.
Untuk kasus-kasus seperti Noemi, tingkat kelangsungan hidup bisa mencapai 70 persen jika memperoleh obat yang ia butuhkan, namun jika tidak, harapan hidupnya hanya sekitar 20 persen.
"Sayangnya karena sanksi AS di sini, kami tidak bisa membeli obat itu langsung dari tempatnya diproduksi," kata Perez sambil menekankan bahwa pembelian melalui pihak ketiga menjadi sebuah keharusan bagi perawatan anak-anak penderita kanker itu.
Tangan Terikat
Majelis Umum PBB akan memberikan suara dalam seruan penyelesaian untuk mengakhiri embargo. Pemerintah satu-satunya negara komunis di Amerika itu menyalahkan sanksi yang telah membawa kesengsaraan ekonomi bagi pulau tersebut.
Pemerintah Kuba menyebut embargo AS sebagai blokade, meskipun AS merupakan pemasok pangan utama bagi Kuba, salah satu komoditas di bawah pengecualian sanksi AS.
Kuba lebih kesulitan dalam hal pasokan obat-obatan dan peralatan medis.
Perusahaan-perusahaan Kuba memproduksi sekitar 65 persen obat-obatan yang dibutuhkan penduduknya, namun jumlah tersebut belum cukup.
"Sangat sulit menyembuhkan penyakit saat tangan anda terikat," kata dokter Perez.
(Uu.Y013/G003)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015