"Yang jelas bukan asap kebakaran dari Sumatera maupun Kalimantan. Haze ini berasal dari partikel debu kotoran polusi kendaraan bermotor, aktivitas industri dan rumah tangga," kata Dedi kepada Antara di Bogor, Senin.
Dedi menjelaskan, haze merupakan partikel-partikel kering yang sangat halus dan mengambang bersama udara. Fenomena ini biasanya disebabkan sisa polusi kendaraan yang pada akhirnya turun kembali ke permukaan bumi.
Menurutnya, haze tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, namun jika dalam jumlah besar, partikel haze bisa menjadi polusi yang mengaburkan jarak pandang seperti kabut asap. Tetapi untungnya di wilayah Bogor jarak pandang masih normal.
"Haze dalam jumlah besar menyebabkan udara menjadi burem," kata dia.
Dedi mengatakan, karena pengaruh kemarau, ditambah suhu udara permukaan dingin, menyebabkan partikel dari polusi kendaraan, industri dan rumah tangga tidak terangkat ke atas. Oleh karena itu cahaya matahari menjadi tidak terang.
"Kondisi ini umum terjadi, apalagi saat ini di atas Bogor ada awan menengah yang menghalangi sehingga cara matahari jadi tertutup," ujarnya.
Kondisi demikian terjadi di wilayah Jakarta, tingginya jumlah aktivitas kendaraan, kemacetan, aktivitas pabrik dan rumah tangga menyebabkan udara di wilayah ibu kota tertutup partikel haze.
Dedi kembali menegaskan, kabut yang menyelimuti wilayah Bogor bukan berasal dari asap kebakaran hutan baik di wilayah Jawa Barat maupun Sumatera dan Kalimantan. Begitu pula dengan kebakaran yang terjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Minggu kemarin juga tidak mempengaruhi kualitas udara di wilayah Bogor.
Sejak Minggu kemarin, kabut menyelimuti langit di Kota Bogor. Beberapa warga menduga kabut asap juga telah sampai di wilayah tersebut.
"Sejak kemarin langit tertutup kabut, langitnya burem tidak hujan, tapi panas," kata Wati warga Jalan Menteng, Kota Bogor.
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015