Menurut Wakil Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis universitas Indonesia (FEB UI) Abdillah Hasan, berbagai studi tentang ekonomi tembakau menunjukkan permintaan rokok bersifat inelastis artinya besarnya penurunan konsumsi rokok lebih kecil dari pada peningkatan harganya.
"Peningkatan 10 persen cukai rokok akan menurunkan konsumsi sebesar satu persen sampai tiga persen dan meningkatkan penerimaan negara dari cukai rokok sebesar tujuh persen," kata Abdillah.
Hasil studi Lembaga Demografi FEB UI menunjukkan cukai rokok pada 2011 dinaikkan lima persen maka konsumsi rokok turun 17 persen. Namun karena rokok bersifat adiktif maka penerimaan negara tetap meningkat dari Rp73 triliun menjadi Rp116 triliun.
Harga rokok di Indonesia dinilai masih sangat murah, golongan premium Rp813 sebatang. Sementara pertumbuhan ekonomi dan inflasi tidak meredam jumlah produksi rokok. Tahun 1997 sampai 1998 inflasi mencapai 70 persen dan pertumbuhan ekonomi menurun hingga -13 persen tapi konsumsi rokok malah meningkat dari 220 miliar batang menjadi 270 miliar batang.
"Sementara kontribusi industri rokok pada perekonomian selama 15 tahun terakhir yakni 1995-2010 selalu di bawah dua persen," kata Hasan.
Indonesia menjadi negara dengan penduduk terbanyak yang mengkonsumsi rokok, khususnya pada laki-laki yakni 64,9 persen. Prevalensi merokok di atas usia 15 tahun di Indonesia terus meningkat. Dalam dua dekade terakhir prevalensi merokok remaja perempuan meningkat 10 kali lipat dan pada laki-laki naik dua kali lipat.
"Itu artinya remaja saat ini menjadi target pemasaran yang menarik bagi industri rokok karena mereka akan menggantikan perokok tua yang sudah meninggal," kata dia.
Dalam strategi pemasaran dan sponsorship industri rokok menampilkan gaya hidup glamor, musik dan olah raga yang menarik remaja.
"Oleh karena itu perlindungan terhadap remaja dari asap rokok sangat mendesak dengan cara peningkatan cukai rokok sehingga harga rokok tidak terjangkau dan instrumen pengendalian rokok lainnya seperti peringatan bergambar, pelarangan iklan rokok dan sponsorship serta kawasan tanpa rokok," kata Hasan.
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015