Jakarta (ANTARA News) - Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Abu Bakar Ba'asyir mengusulkan nama Detasemen Khusus (densus) yang sebelumnya bernama Densus 88 menjadi Densus 5.000. "Nama 88 apa itu? itu kan 88 orang yang mati di Bali, kenapa tidak dibikin Densus 5.000, yakni 3.000 orang Islam mati di Bali dan 2.000 mati di Poso," katanya usai Seminar Nasional Perlukah Revolusi untuk Menegakkan Syariat Islam Indonesia? di Jakarta, Sabtu. Pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah ini kembali mengatakan bahwa Densus 88 di Poso seharusnya tidak hanya ditarik tapi juga dibubarkan. Pernyataan permintaan pembubaran Densus 88 itu sebelumnya disampaikan oleh ribuan umat Islam dari berbagai ormas yang tergabung dalam Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS), 22 Januari dan 2 Februari 2007 dengan aksi turun jalan dari Kota Solo bagian barat menuju perempatan Gladag dengan membawa sejumlah bendera ormas dan poster yang intinya mengecam keberadaan Densus 88. Abu Bakar Ba'asyir menegaskan, sebenarnya kasus yang terjadi di Poso lebih dikarenakan tidak adanya keadilan oleh pemerintah. Ia mencontohkan, jika umat Islam membela diri dengan kekerasan dikatakan teroris, sedangkan oleh pihak yang lain tidak. "Paling-paling pada kasus Tibo kemarin, itu pun hanya kriminal dan 16 orang yang disebut-sebut Tibo juga belum ditangkap. Jadi persoalannya bukan hanya ketidakadilan saja, kalau pemerintah adil, Insya Allah tidak ada masalah" ujarnya. Disingung mengenai adanya tudingan pengikutnya terlibat dalam kasus pengeboman Poso, Abu Bakar Ba'asyir mengatakan hal itu bukan urusannya. "Saya tidak mengerti siapa yang disebut pengikut. Itu orang yang bicara hanya mau menyangkut-nyangkutkan, mau membuat rekayasa bahwa persoalan ini mau menyudutkan Islam dan menyudutkan saya. Itu saja persoalannya," katanya. Jika ada yang menyebutkan mereka Jemaah Islam (JI), ia menginginkan kejelasan asal kelompoknya. "JI yang mana? Majelis Mujahidin Indonesia, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Hisbut Tahrir Indonesia, itu semua JI," katanya. Ba'asyir menegaskan, dirinya tidak melakukan pengemboman atau menyuruh orang lain melakukan pengeboman. "Bodoh sekali kalau situasi aman, ngebom. Bodoh. Itu perbuatan bodoh," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007