Kita tidak mau membicarakan tentang bencana nasional karena ini menyangkut masalah hukum. Tapi bisa kami pastikan penanganannya `all out`, mengerahkan segala sumber daya, sesuai perintah Presiden Joko Widodo."
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah belum menyebut kabut asap sebagai bencana nasional karena masih ada permasalahan hukum di balik peristiwa ini.
"Kita tidak mau membicarakan tentang bencana nasional karena ini menyangkut masalah hukum. Tapi bisa kami pastikan penanganannya all out, mengerahkan segala sumber daya, sesuai perintah Presiden Joko Widodo," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan di Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis.
Saat ini, penanganan asap masih dilakukan bersama antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Para pimpinan daerah pun diberikan hak untuk menentukan kapan penduduknya harus dievakuasi.
Menurut Luhut, Kementerian Kesehatan sudah memberikan petunjuk kepada para Gubernur untuk mengambil kebijakan-kebijakan terkait penyelamatan dan evakuasi warganya.
Terkait bencana nasional, beberapa lembaga swadaya masyarakat seperti Wahan Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Center for International Forestry Research (CIFOR), menolak menyatakan bahwa kabut asap disebut sebagai bencana, karena peristiwa itu terjadi akibat kesalahan manusia, bukan alam.
Desakan penggaungan status bencana nasional dilakukan oleh beberapa anggoa DPR RI seperti anggota Fraksi Partai Gerindra, Sutan Adil Hendra. Ia bahkan meminta DPR membentuk panitia khusus (pansus) terkait asap.
"Pemerintah harus segera menetapkan ini sebagai bencana nasional dan DPR membuat Pansus karena pemerintah melakukan pembiaran terhadap bencana asap," kata Sutan.
Pemerintah sendiri melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyatakan kebakaran hutan pada tahun 2015, 90 persennya disebabkan oleh manusia.
Total luas wilayah yang menjadi sumber api di Sumatera dan Kalimantan 1,697 juta hektare wilayah milik 413 perusahaan.
Dari jumlah tersebut, 227 merupakan perusahaan pemilik hak pengusahaan hutan/hutan tanaman industri dan 186 perusahaan perkebunan. Pemerintah pun tidak tinggal diam mengenai hal ini.
Sebanyak 27 perusahaan telah dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan 14 diantaranya dijatuhkan sanksi administrasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam bentuk paksaan pemerintah (desakan untuk melengkapi kekurangan sarana dan prasarana), pembekuan maupun pencabutan izin.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada Selasa (20/10) mencatat Kalimantan Tengah adalah daerah dengan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) terburuk yaitu mencapai nilai 1.950 (pada 20 Oktober 2015), jauh diatas ambang berbahaya yang hanya 300-500.
Provinsi Jambi pada tanggal yang sama, memiliki nilai ISPU 945. Sementara Kalimantan Barat, Sumatera Selatan dan Riau memiliki ISPU di atas 400.
Sementara itu, berkaitan dengan penanganan asap, pemerintah mengalokasiakan lima belas pesawat dari luar negeri untuk membantu pemadaman api dengan "water bombing". Lima pesawat sudah masuk ke Indonesia sementara sepuluh unit pesawat lainnya akan datang daalam waktu maksimal dua minggu ke depan.
Pemerintah pun selalu membuka diri terhadap bantuan yang ditawarkan oleh negara-negara lain.
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015