Jakarta (ANTARA News) - Kalangan ahli mengungkapkan bahwa bioteknologi bisa menjadi salah satu solusi alternatif untuk menghadapi kekeringan guna meningkatkan produksi pangan.
Direktur Indonesian Biotechnology Information Center (IndoBic) Bambang Purwantara dalam lokarya bioteknologi di Bogor, Jawa Barat, Kamis menyatakan, musim kemarau yang panjang di Indonesia saat ini membuat tingkat produksi pangan terutama padi diperkirakan menurun dari target.
Menurut dia, untuk mengatasi kondisi alam ini dan menjaga tingkat produksi yang stabil bahkan bisa meningkat diperlukan sebuah solusi yang mendesak, jika tidak, maka ancaman krisis pangan global seperti yang terjadi pada 2008 bisa saja terulang.
"Salah satu alternatif yang paling mungkin untuk menjawab tantangan alam ini adalah dengan memanfaatkan bioteknologi," katanya.
Dalam menghadapi kekeringan saat ini,bioteknologi telah merilis varietas padi tahan kekeringan, tambahnya, bahkan ketika memasuki musim penghujan juga telah menghasilkan varietas padi tahan banjir.
"Bioteknologi memiliki potensi untuk meningkatkan produksi pangan dan mengurangi tekanan terhadap lahan dan lingkungan hidup melalui peningkatan produktivitas pertanian," kata Bambang yang juga anggota Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika (KKH-PRG).
Namun demikian pihaknya mengakui kehadiran bioteknologi tanaman pangan belum sepenuhnya diterima di semua negara secara terbuka, meskpun saat ini luasan areal tanaman biotek tersebut mencapai 181 juta hektar di seluruh dunia.
Pemerintah Indonesia, lanjutnya, meskipun tidak menolak terhadap produk tanaman bioteknologi namun masih bersikap hati-hati untuk melepas produk hasil rekayasa genetika tersebut.
"Secara riset bioteknologi, Indonesia tidak ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara maju," katanya dalam lokakarya "Food Biotechnology Communicating, Media Relations and Multi-Sectoral Collaboration Training Workshop".
Lokakarya tersebut diselenggarakan IndoBIC bekerja sama dengan International Food Information Council Foundation dan United States Department of Agriculture Foreign Agricultural Service didukung oleh Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, Seameo Biotrop, dan The International Service for the Acquisition of Agri-biotech Applications.
Sementara itu Daisy Joice Djohor dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan, sejak pertama kali produk biotek dikomersialkan di dunia pada 1996, Indonesia pertama kali mengadopsi di tahun 2000 dengan menanam kapas transgenik di Sulawesi.
Hingga saat ini, menurut dia, terdapat 15 produk bioteknologi yang telah mendapatkan persetujuan keamanan pangan di Indonesia.
Joice yang juga anggota Sekretaris Keamanan Hayati tersebut menyatakan, Komisi keamanan Hayati Indonesia baru-baru ini menyetujuai dua produk bioteknologi yakni tebu tahan kekeringan dan jagung toleran herbisida.
"Kedua produk ini sedang menunggu persetujuan untuk rilis komersial agar memenuhi persyaratan untuk dibudidayakan dalam pertanian Indonesia," katanya.
Guru Besar Bioteknologi University of California Alan McHugen, yang juga menjadi salah satu pembicara pada kegiatan tersebut menyatakan, bioteknologi dapat digunakan di Indonesia.
Menurut dia, salah satu keunggulan produk bioteknologi yakni dapat menurunkan penggunaan pestisida sehingga akan mengurangi biaya produksi yang dikeluarkan petani.
Pewarta: Subagyo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015