Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera meluncurkan paket kebijakan jilid lima.
"Besok pagi akan ada paket kebijakan kelima. Terus akan ada paket-paket baik jangka pendek, menengah," kata Presiden Jokowi dalam acara Rapat Kerja Pemerintah Tahun 2015 dengan para Gubernur dan Bupati/Wali kota seluruh Indonesia di Istana Negara Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, Indonesia harus mampu bersaing dengan negara lain misalnya Vietnam dan India yang mengalami pertumbuhan ekonomi sangat cepat.
Oleh karena itu, menurut dia, jika Indonesia tidak mau melakukan reformasi maka bisa ditinggalkan investor.
"IHSG juga mulai reborn, kemudian pembangunan sekarang bukan Jawa sentris tapi kita mau keluarkan Indonesia sentris terutama Indonesia Timur," katanya.
Pada kesempatan itu, Presiden juga membahas soal rencana pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah di Tanah Air.
Presiden menegaskan, ketika banyak yang mengkhawatirkan keadaan ekonomi Indonesia bahkan banyak yang menganggap Indonesia mengalami krisis ekonomi, namun ia justru yakin perekonomian Indonesia semakin membaik.
"Di kuartal ketika ini, saya tadi pagi ketemu Gubernur BI angkanya (pertumbuhan ekonomi) 4,85. Sudah stop dan merangkak naik," katanya.
Jokowi juga membeberkan posisi perekonomian Indonesia saat ini dibandingkan pada 1998.
"Pertumbuhan ekonomi 1999 minus 13 persen, sekarang masih 4,7 persen. Kuartal ketiga sudah 4,85 persen, sudah jauh sekali dan inflasi saat itu 82 persen," katanya.
Bahkan Bank Indonesia (BI) memperkirakan hingga akhir tahun, inflasi Indonesia tidak akan melebihi angka 4 persen bahkan ketika tahun lalu mencapai 8,5 persen.
"Ini bisa karena harga dikendalikan, di daerah ada TPID, ada inflasi langsung intervensi. Maka kita minta saran setiap daerah intervensi untuk barang-barang yang mengalami kenaikan," katanya.
Selain itu, nilai tukar rupiah pada 1998 mencapai Rp16.600 tetapi saat ini berkisar Rp13600-Rp13.700.
Kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) di bank kata Presiden saat ini masih berkisar 2,6-2,8 persen tetapi ketika 1998 mencapai 30-32 persen.
"Kredit macet masih sangat normal, naik sedikit tapi ratio-ratio seperti ini yang harus kita tahu dan ikuti bersama-sama. Jangan-jangan pidato sosial media ditanggapi dan bapak ibu pidato sebut ini krisis. Krisis bagaimana? Masa 4,67 persen itu krisis. Sekarang ini harus optimis, harus yakin," katanya.
Ia mencontohkan fluktuasi nilai tukar rupiah pernah mencapai angka Rp14.700 per dolar AS tapi dengan dengan paket kebijakan yang diluncurkan secara bertahap hal itu bisa diminimalisir.
"Naik turunnya rupiah, pernah sampai Rp14.700 tapi dengan deregulasi, paket ekonomi 1 sampai 6, sampai ke 1.000, saya minta tim ekonomi setiap minggu keluarkan untuk potong kebijakan. Tapi saya ingin daerah juga mengikuti. Jangan sampai nanti di daerah dipingpong bisa dibuat Pergub, Perbup, Perwali dan sebagainya. Potong ya potong," katanya.
Pewarta: Hanni Sofia Soepardi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015