Jakarta (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memperjelas tujuan pembentukan panitia khusus (pansus) terkait peristiwa kabut asap yang terjadi selama beberapa bulan terakhir di beberapa provinsi Indonesia.
"Akan tidak efektif kalau pembentukan pansus hanya dilihat dari penanganannya saja," ujar Direktur Eksekutif Walhi Abetnego Tarigan usai sebuah acara diskusi di Jakarta, Rabu.
Menurut Abetnego, kebakaran hutan yang mengakibatkan kabut asap parah merupakan puncak gunung es persoalan tata guna lahan di Indonesia. Inilah persoalan mendasar yang sebenarnya harus menjadi perhatian bersama.
Dia melanjutkan, bahwa sangat baik adanya bila masalah tersebut dijadikan tujuan dibentuknya pansus DPR RI.
"Harus diperhatikan, misalnya, sejauh mana perbaikan dan penegakan hukum lingkungan kita dan bagaimana perindungan terhadap kawasan-kawasan gambut," kata Abetnego.
Sebelumnya, ada usulan dari Anggota Fraksi Partai Gerindra, Sutan Adil Hendra agar DPR RI membentuk pansus terkait kabut asap yang selalu terjadi selama bertahun-tahun.
"Pemerintah harus segera menetapkan ini sebagai bencana nasional dan DPR membuat Pansus karena pemerintah melakukan pembiaran terhadap bencana asap," kata Sutan yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra.
Bencana Nasional
Pemerintah secara resmi memang belum menetapkan kabut asap sebagai bencana nasional meski sudah banyak desakan, baik dari legislator maupun beberapa kelompok masyarakat, terkait hal tersebut.
Salah satu alasannya adalah untuk meningkatkan koordinasi penanganan kabut asap. Menurut WALHI, tidak perlu terburu-buru menetapkan asap sebagai bencana nasional, sebab banyak hal yang harus dipertimbangkan.
"Jangan sampai penetapan status bencana nasional bisa melepaskan kewajiban hukum bagi para pelaku pembakaran hutan," kata Abetnego, Direktur Eksekutf WALHI.
Dia menambahkan, bencana nasional bisa digaungkan ketika pemerintah daerah "kolaps" dan tidak lagi dapat melakukan apa-apa. Saat ini, WALHI belum melihat ada tanda-tanda ke sana, sebab masih ada ruang pemda untuk menunaikan kewajibannya.
Oleh sebab itu, WALHI mendesak pemerintah pusat agar terus memaksa pemerintah daerah yang wilayahnya terkena asap bekerja keras.
"Bisa dipaksa melalui Kementerian Dalam Negeri, misalnya. Ingatkan pemda bahwa mereka akan punya masalah jika tidak bisa membereskan masalah ini," ujar Abetnego.
Sementara itu terkait kebakaran hutan, Kementerian LHK menyatakan bahwa 90 persen penyebabnya adalah manusia dan total luasan wilayah yang menjadi sumber api di Sumatera dan Kalimantan adalah 1,697 juta hektare, di mana itu berada wilayah milik 413 perusahaan.
Dari jumlah itu, 227 merupakan perusahaan pemilik hak pengusahaan hutan/hutan tanaman industri dan 186 perusahaan perkebunan. Selain itu daerah itu juga dipunyai 1.297 pemilik hak guna lahan/persil tanah.
Sebanyak 27 perusahaan telah dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan 14 diantaranya dijatuhkan sanksi administrasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam bentuk paksaan pemerintah (desakan untuk melengkapi kekurangan sarana dan prasarana), pembekuan izin maupun pencabutan izin.
Pewarta: Michael TA
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015