Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, yakin hukuman dikebiri sebagai pemberatan hukuman pelaku kekerasan seksual pada anak dapat mengurangi kasus kekerasan anak.

"Sangat yakin karena ada literaturnya," kata Merdeka, saat dihubungi www.antaranews.com, dari Jakarta, Rabu.

Menurut dia, hukuman tersebut bisa memberikan efek jera kepada predator ditambah dengan diterapkan sanksi sosial yakni menyebarluaskan serta menempel foto-foto pelaku di tempat-tempat umum.

"Ini kami harapkan memberikan efek jera. Dikebiri ini bukan diputus hasrat seksual tetapi dikontrol sehingga tidak melakukan tindakan seksual," jelas dia.


Dia menuturkan sampai saat ini sudah ada beberapa negara yang menetapkan hukuman suntik kimia kebiri seperti Turki, Korea Selatan, beberapa engara di Amerika, Polandia, dan Jerman. Bahkan di Inggris pakai chip kepada pelaku untuk bisa dikontrol pergerakannya.

"Ini begitu seriusnya. Makanya kami apresiasi presiden yang menyetujui hukuman kebiri ini karena bukan hanya bentuk instruksi presiden tetapi masuk dalam Perppu," tutur dia.


Pada masa lalu, penghuni harem (rumah sejenis kepuntren di kerajaan-kerajaan di Jawa) dilayani kasim-kasim, alias laki-laki budak yang dikebiri agar tidak terjadi pelanggaran seksual antara mereka dengan selir-selir dan putri-putri raja.

Sirait menambahkan, sejak 2013 Komnas Perlindungan Anak menyatakan, Indonesia darurat kekerasan pada anak khususnya kekerasan seksual. Hal ini karena angka kekerasan anak dan jumlah kasus terus meningkat, dengan cara yang sangat biadab dan sadis serta dilakukan oleh orang-orang terdekat.

Sementara itu, lanjut dia, penegakan hukum terhadap pelaku sampai saat ini tidak adil.

"Untuk memutus mata rantai kasus kekerasan seksual pada anak, kami juga mendesak agar penegakan hukum terhadap pelaku ditambah yakni menambah hukuman maksimal 15 tahun menjadi seumur hidup, hukuman minimal 5 tahun menjadi 20 tahun," kata Sirait.

Pewarta: Monalisa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015