Trenggalek (ANTARA News) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) memperkirakan kemarau panjang memicu pergerakan sejumlah spesies endemik dari dalam hutan menuju sumber air yang biasanya berdekatan dengan permukiman.
"Kemarau panjang telah mendorong satwa liar bergerak melampaui wilayah jelajah tradisional yang menjadi habitat alaminya, demi mencari air untuk minum," ungkap Kepala Seksi Konservasi I Bidang Wilayah I BKSDA Jatim Hadi Suyitno kepada Antara, Selasa.
Hadi mengemukakan serangkaian kebakaran hutan mengakibatkan mayoritas hewan dalam hutan melakukan migrasi. Sebagian menjelajah melampaui area habitat alaminya, sebagian lagi bisa kembali setelah mendapatkan air untuk minum.
"Masalahnya saat hewan-hewan ini turun gunung, berisiko menjadi sasaran perburuan manusia. Ini yang berbahaya terutama bagi spesies-spesies endemik dan dilindungi," ujarnya.
BKSDA Kediri memang tidak memiliki data spesifik kasus perburuan yang disinyalir meningkat tersebut.
Hadi lebih mengacu pada peningkatan pengaduan serta intensitas pemberitaan terkait perburuan satwa endemik seperti kucing hutan (prionailurus bengalensis), musang luwak (paradoxurus hermaphroditus), elang hingga monyet ekor panjang (macaca fascicularis).
"Kami telah berkoordinasi dengan seluruh jajaran kepolisian di daerah-daerah untuk membantu proses pengawasan, baik terhadap segala bentuk aktivitas ilegal perdagangan satwa dilindungi, penangkaran tanpa izin, maupun perburuan satwa endemik di alam bebas," tegasnya.
Hadi menegaskan, segala bentuk aktivitas ilegal baik dalam hal perdagangan maupun perburuan satwa dilindungi akan ditindak tegas.
Tidak hanya sebatas sanksi denda ataupun penyitaan, kata dia, pelaku bisa dijebloskan penjara jika terbukti melakukan pelanggaran atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang aneka satwa liar yang ditetapkan sebagai fauna dilindungi dari segala bentuk aktivitas perburuan maupun perdagangan.
"Intelijen kami aktif melakukan pemantauan jika ada indikasi pelanggaran aturan perundangan menyangkut konservasi satwa dilindungi," kata Hadi.
Pewarta: Destyan Handri Sujarwoko
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015