"Arah kebijakan fiskal tahun 2016 Pemerintahan Presiden Jokowi, bertujuan untuk memperkuat fundamental pembangunan nasional dan mengubah pertumbuhan ekonomi menjadi berkualitas," kata Misbakhun melalui pernyataan tertulisnya yang diterima, Selasa, meanggapi satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Pelantikan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden Indonesia ke-7 dilakukan di Gedung DPR/MPR, Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2014 pagi. Upacara ini menandai secara resmi dimulainya jabatan Joko Widodo sebagai Presiden dan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden Indonesia, yang telah memenangkan pemilihan umum presiden pada 9 Juli 2014.
Menurut Misbakhun, kebijakan fiskal Pemerintah diarahkan untuk penguatan pengelolaan fiskal guna memperkokoh fundamental pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Pemerintah, kata dia, menerapkan kebijakan fiskal melalui tiga strategi, yakni memperkuat stimulus fiskal untuk meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing, memperkuat ketahanan fiskal, dan mengendalikan risiko serta menjaga kesinambungan fiskal.
"Dalam upaya memperkuat stimulus fiskal, Pemerintah menempuhnya melalui pemberian insentif fiskal untuk kegiatan ekonomi strategis, peningkatan ruang fiskal, dan peningkatan belanja produktif," katanya.
Politisi Partai Golkar menambahkan, stimulus tersebut dapat dilihat dari bagaimana insentif perpajakan dan belanja infrastruktur untuk memperkuat daya saing, juga diperlukan bantalan fiskal untuk memperkuat ketahanan fiskal.
Memperkuat bantalan fiskal, menurut dia, harus dilakukan dengan meningkatkan fleksibilitas untuk mengendalikan kerentanan fiskal yang bisa terjadi akibat target penerimaan tidak tercapai atau belanja subsidi melebar.
"Tentunya dibutuhkan penggalian potensi dari sektor unggulan untuk mencapai target penerimaan perpajakan, ekstensifikasi, intensifikasi, penegakan hukum, dan penyempurnaan perundangan untuk mencapai target penerimaan," katanya.
Selain itu, kata Misbakhun, untuk memperbaiki kualitas pertumbuhan ekonomi, Pemerintah membangun kebijakan ekonomi dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi investor.
Sekretaris Panja Penerimaan Negara Komisi XI DPR RI ini melihat, pemerintahan Presiden Joko Widodo membuat kebijakan yang berani di tengah impitan dinamika politik nasional, pelambatan ekonomi global yang berimplikasi pada ekonomi nasional, yang hasilnya akan bisa dilihat pada tahun kedua dan ketiga.
Kalau Presiden Joko Widodo tidak mengambil kebijakan berani ini, maka perekonomian Indonesia akan menjadi lebih buruk, katanya.
Dalam RAPBN 2016, Pemerintah menargetkan belanja Pemerintah pusat sebesar Rp1.339,1 triliun dengan rincian belanja kementerian dan lembaga Rp780,4 triliun dan belanja non-kementerian dan lembaga Rp558,7 triliun.
Transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp782, 2 triliun. Jika ditambah dengan APBD yang bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD), jumlahnya menjadi lebih dari Rp1.000 triliun.
"Untuk pertama kalinya dalam sejarah, dan ini luar biasa, transfer daerah melebihi anggaran untuk kementerian," katanya.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015