"Kalau Pak Darmin (Menko Perekonomian) melihat ini ada berbagai aspek, global dan lain-lain. Kalau saya lihat ini adalah respon positif dari pasar terhadap kebijakan," tutur Eko dalam sebuah diskusi politik di Jakarta, Senin.
Selanjutnya ia menjelaskan, kondisi tersebut ditambah dengan adany proses politik saat ini yang lebih terkonsolidasi dan berkurangnya tekanan dari luar pemerintahan.
Hal tersebut berbeda dengan kondisi pada saat Presiden Joko Widodo baru memimpin pemerintahan, tukasnya menambahkan.
"Jika dulu ada KMP-KIH yang kondisinya timpang di parlemen, sekarang tidak. Jadi tidak ada kekhawatiran dari publik terhadap masalah kebijakan (ekonomi)," ujarnya menjelaskan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika mulai menguat karena pelaku pasar merespon positif penerbitan tiga jilid paket kebijakan ekonomi.
"AS sudah tidak menaikkan suku bunga setelah dilakukan tiga atau empat kali rapat (FOMC), dulu (rupiah) tidak turun. Kenapa sekarang turun? Karena ada faktor membentuk keyakinan pasar," ujar Darmin di Jakarta, Kamis (15/10).
Darmin menjelaskan, kondisi global saat ini terbantu oleh belum membaiknya kondisi ekonomi di Amerika Serikat, sehingga menyebabkan dollar AS cenderung melemah terhadap mata uang negara-negara lainnya.
Namun penerbitan paket kebijakan telah membentuk keyakinan pasar dan menimbulkan persepsi positif terhadap prospek ekonomi Indonesia. Hal tersebut menyebabkan rupiah menguat dibandingkan mata uang negara lainnya.
"Kalau dollar melemah banyak nilai tukar mata uang lain menguat. Tinggal siapa yang menguat lebih besar, yang lebih besar adalah negara yang menyiapkan diri untuk memperbaiki ekonominya. Kalau anda mempersiapkan diri, anda bisa menguat lebih tinggi," ujarnya menjelaskan.
Pewarta: Roy Rosa Bachtiar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015