Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Surya Nelly mengatakan hal itu saat membacakan surat dakwaan untuk Dermawan Ginting di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin.
Menurut Surya Nelly, Dermawan Ginting diduga menerima uang itu untuk memutuskan bahwa permintaan keterangan dari Kejaksaan Tinggi Sumut tentang bantuan sosial dinyatakan tidak sah oleh PTUN.
Saat itu, Kejaksaan Tinggi Sumatera sedang mengusut dugaan korupsi bantuan soal, bantuan daerah bawahan (BDB), bantuan operasional sekolah (BOS) dan tunggakan dana bagi hasil (DBH) dan penyertaan modal pada sejumlah Badan Usaha Milik Negara.
Menurut jaksa, uang tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan atas permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai dengan UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan atas penyelidikan tentang dugaan terjadinya tindak korupsi bantuan soal dan kasus-kasus lainnya.
"Padahal, diketahui atau patut diduga juga bahwa hadiah dan janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan terdakwa, selaku Hakim PTUN Medan yang dapat mengabulkan perkara yang diserahkan kepada pihaknya itu," kata Jaksa Surya Nelly.
Tindakan terdakwa Dermawan Ginting merupakan Tindak Pidana Korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, kata jaksa.
Pasal tersebut mengatur tentang hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, ditambah pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Agita Tarigan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015