Jakarta (ANTARA News) - Volume penjualan makanan ternak di Indonesia turun hingga 50 persen akibat isu flu burung yang tak berkesudahan, kata Budiarto Soebijanto Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) di Jakarta, Kamis."Sampai minggu lalu total volume penjualan makanan ternak disinyalir menurun sekitar 40 sampai 50 persen sehingga mengakibatkan harga penjualan turun drastis," katanya.Menurut dia, minggu lalu harga pakan ternak di pasaran mencapai harga terendahnya sekitar Rp4500 per kilo dari harga sebelumnya yang pernah mencapai di atas Rp10 ribu."Sedangkan untuk break even pointnya mencapai Rp8500 per kilo dan jumlah penjualan setiap minggu sekitar Rp 25 juta yang 80 persennya masih dibeli di pasar tradisional," kata dia.Ia mengatakan, masyarakat masih tetap membeli pakan ternak di pasar tradisional karena harganya lebih murah, sehingga rencana relokasi pasar tradisional unggas oleh pemerintah harus dipikirkan dan disiapkan matang-matang."Boleh saja direlokasi, asalkan jangan menghilangkan esensi dari pasar tradisional itu dan tentunya harus di tempat yang hiegenis," katanya.Ia mengatakan, pemberitaan yang begitu bombasti mengenai flu burung itu menyebabkan banyak pihak terutama konsumen menjadi ketakutan untuk berinteraksi ataupun membeli apapun yang berhubungan dengan unggas."Selain konsumen, pedagang di tingkat perantara yaitu pengumpul ayam sampai pada tingkat penampungan takut untuk memasukan ayam ke kota karena ada instruksi gubernur mengenai pelarang ayam untuk masuk ke dalam kota," ujarnya.Padahal, ujar dia, instruksi tersebut belum benar-benar efektif dilaksanakan, tetapi mereka sudah ketakutan dan tidak mau memgambil resiko ayam-ayam mereka ditertibkan oleh petugas."Akhirnya para pedagang itu mengurangi pasokan mereka hingga 50 persen," katanya.Pemerintah, kata Budiarto seharusnya hanya membasmi virus flu burung bukan memberantas para pengusaha."Pemerintah tampaknya belum memilliki kesiapan cukup untuk menanggulangi masalah flu burung dengan sistematis, sehingga banyak sekali pihak-pihak yang tidak berdosa harus menelan akibat yang amat merugikan," tambanya. (*)
Copyright © ANTARA 2007