Cilacap (ANTARA News) - Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap, Jawa Tengah, selama ini dikenal sebagai kilang terbesar dari enam kilang PT Pertamina (Persero) karena memiliki kapasitas produksi hingga 348.000 barel/hari.
Kilang yang dibangun pada tahun 1974 itu memasok 60 persen kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Pulau Jawa dan 34 persen di Indonesia serta dengan jenis produk berupa BBM, non-BBM, dan petrokimia.
Dalam enam tahun ke depan, Pertamina RU IV Cilacap diproyeksikan menjadi kilang terbesar se-Asia Tenggara dengan selesainya berbagai proyek yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas produksi BBM dan non-BBM demi terwujudnya kedaulatan energi nasional.
Pertamina RU IV Cilacap pada akhir bulan September 2015 melahirkan sejarah baru bagi industri perminyakan Indonesia karena kilang "Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC)" yang dibangun sejak 2011 mulai berproduksi dan siap diresmikan.
Kilang RFCC yang pembangunannya dilaksanakan konsorsium PT Adhi Karya (Persero) Tbk. dan Goldstar Co. Ltd. Korea Selatan, meneteskan produk "High Octane Mogas Component" (HOMC) dengan kadar oktan lebih dari 93 itu untuk pertama kalinya pada tanggal 30 September 2015, pukul 23.00 WIB.
"Tetes pertama HOMC dari RFCC dimulai pada pukul 23.00 WIB dan tidak lama kemudian kapasitas produksinya mencapai sekitar 70 persen dari semula diperkirakan 25 persen terhadap target produksi HOMC sekitar 37.000 barel per hari. Ini suatu kemajuan besar dan dengan kemajuan ini RFCC Cilacap siap untuk diresmikan," kata Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro dalam keterangan persnya.
Sebagian besar produk HOMC tersebut diproses lebih lanjut untuk diproduksi menjadi RON 88 (premium) sehingga akan meningkatkan produksi premium dari Pertamina RU IV Cilacap yang sebelumnya hanya 61.000 barel per hari.
Dengan beroperasinya kilang RFCC, produksi premium dari Pertamina Cilacap akan menjadi 91.000 barel per hari atau naik 30.000 barel per hari.
"Produk HOMC sudah keluar, cuma tidak kita launching karena hasilnya oktan yang tinggi terus digabung dengan naphtha (komponen minyak bumi) menjadi premium RON 88. Sebenarnya, sudah disalurkan ke Lomanis sejak 5 Oktober 2015," kata General Manager Pertamina RU IV Cilacap Nyoman Sukadana.
Ia berharap produk HOMC dari kilang RFCC itu dapat mengurangi impor dan menghemat devisa negara hingga 5--6 persen per tahun.
Bahkan, kata dia, pengoperasian kilang RFCC membuat impor premium berkurang sekitar 30 ribu barel per hari atau 10,95 juta barel per tahun yang setara dengan 10 persen impor.
Selain HOMC, kilang RFCC Pertamina RU IV Cilacap juga menghasilkan produk liquid propane gas (LPG) dan telah dilakukan penyaluran perdana ke Gas Domestik Pertamina Marketing Operation Region IV Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 9 Oktober 2015.
"Komitmen Pertamina untuk memenuhi suplai energi masyarakat ditunjukkan dengan peningkatan produksi LPG melalui unit (kilang) RFCC RU IV Cilacap ini. Jumlah produksi LPG yang dihasilkan oleh unit ini adalah sebesar 1.000 ton per hari, dan pada hari ini kami menyalurkan LPG perdana sebanyak 2.000 ton," kata Nyoman saat penyaluran perdana LPG.
Sebelum beroperasinya kilang RFCC, kata dia, pemenuhan kebutuhan LPG masyarakat berasal dari RU IV Cilacap dan impor.
"Pertamina RU IV Cilacap per harinya dapat memproduksi 200 ton/hari dan sisa kebutuhan LPG dipenuhi oleh impor dengan jumlah kapal pengangkut LPG yang berlabuh di Cilacap pencapai delapan kapal per bulan, masing-masing berkapasitas sekitar 2.500 ton. Dengan adanya tambahan dari RFCC sebanyak 1.000 ton per hari, otomatis kapal yang membawa LPG dari luar akan berkurang menjadi empat kapal per bulan," katanya.
Saat ditemui usai penyaluran perdana LPG, Vice President Refining Project Pertamina Ignatius Telullembang mengatakan bahwa produk "propylene" yang dihasilkan kilang RFCC Pertamina RU IV Cilacap rencananya akan dinormalisasi pada hari Jumat (9/10).
"Mungkin siang atau sore ini sudah bisa menghasilkan produk propylene ke tangki. Itu kapasitasnya sekitar 400 ton per hari," katanya.
Menurut dia, produk "propylene" tersebut nantinya akan diekspor.
"Saat ini, Pertamina RU IV Cilacap telah memiliki kilang RFCC (Residual Fluid Catalytic Cracking) yang rencananya akan diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo dalam waktu dekat sekaligus dengan pencanangan dimulainya pembangunan kilang PLBC atau Proyek Langit Biru Cilacap," kata Public Relations Section Head Pertamina RU IV Cilacap Suyanto.
Setelah kilang PLBC selesai dibangun, kata dia, akan dilanjutkan dengan proyek "Refining Development Masterplan Program (RDMP)".
Dengan demikian, lanjut dia, Pertamina RU IV Cilacap nantinya akan menjadi kilang terbesar di Asia Tenggara.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero) Rachmad Hardadi memperkirakan bahwa proyek pembangunan kilang PLBC tersebut akan selesai pada pertengahan tahun 2018.
"Pada saat pembangunan kilang PLBC selesai maka seluruh gasolin yang keluar dari Cilacap (diproduksi Pertamina Refinery Unit IV Cilacap, red.) itu seluruhnya adalah pertamax dengan oktan minimum 92," katanya.
Dengan demikian, kata dia, Pertamina RU IV Cilacap mulai pertengahan tahun 2018 tidak lagi memproduksi premium.
Ia mengatakan bahwa setelah proyek PLBC selesai dibangun akan dilanjutkan dengan proyek RDMP sebagai upaya meningkatkan kemampuan kilang-kilang yang ada sekaligus menambah infrastruktur baru di kawasan kilang yang ada.
Menurut dia, ada empat proyek RDMP, tiga di antaranya akan dikerjakan bersama Saudi Aramco dan satu proyek bersama JX Nippon.
"Hari ini, konsumsi BBM nasional itu setara dengan pengolahan crude sekitar 1,6 juta barel, sementara kemampuan kilang-kilang Pertamina kapasitas terpasangnya adalah 1.050.000 barel. Namun, dioperasikan pada kapasitas 850 barel," katanya.
Dengan konsumsi BBM yang setara dengan 1,6 juta barel pengolahan "crude", kata dia, hal itu berarti ada sekitar 750.000--800.000 barel pengolahan "crude" per hari. Produk-produk tersebut harus diimpor.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan bahwa proyek RDMP akan diselesaikan dengan cepat.
"Kalau proyek RDMP selesai, kemampuan memproduksi BBM oleh Pertamina itu match dengan keperluan masyarakat yang setara dengan 1,6 juta barel crude, tetapi itu situasi tahun 2015. Proyek RDMP ini akan kami selesaikan pada tahun 2021 untuk fase pertama Balikpapan dan Cilacap, sedangkan Fase II untuk Dumai dan Balongan sekitar 2023," katanya.
Berdasarkan estimasi Pertamina, kata dia, konsumsi BBM pada tahun 2022 setara dengan 2,3 juta hingga 2,6 juta barel pengolahan "crude".
Dengan demikian, jika kebutuhan BBM yang setara 1,6 juta barel pengolahan "crude" diselesaikan dengan RDMP, lanjut dia, berarti ada sekitar 1.000.000 barel yang harus dipenuhi dengan membangun kilang baru.
"Sekarang kalau setiap kilangnya dengan kapasitas sekitar 300 ribu barel, ke depan paling tidak diperlukan tiga kilang baru yang harus dibangun di Indonesia," katanya.
Oleh karena itu, Rachmad mengatakan bahwa Pertamina khususnya jajaran pengolahan siap bekerja sekuat tenaga guna mewujudkan kedaulatan energi di Indonesia.
Selain itu, Pertamina RU IV Cilacap juga siap untuk menjadi kilang terbesar se-Asia Tenggara yang tinggal dua langkah lagi, yakni pembangunan PLBC dan RDMP.
Oleh Sumarwoto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015