Tim ahli ekonomi DPD RI, Ipang Wahid mengatakan hal itu pada acara uji sahih RUU Ekonomi Kreatif di Biro Rektor Universitas Sumatera utara (USU), Medan, Jumat (16/10)
Menurut Ipang Wahid, dalam mendukung tumbuhnya ekonomi kreatif di tanah air dibutuhkan regulasi. "Regulasi ini sangatlah penting untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia," katanya dalam keterangan tertulisnya.
Sektor ekonomi masuk domain ekonomi kreatif, antara lain desain, arsitektur, media konten, fashion, perfilman, seni pertunjukan, seni rupa, industri musik, dan kuliner.
Wahid menjabarkan, ekonomi kreatif ada berbasis seni dan budaya, ada juga yang berbasis desain dan media. Menggerakkan ekonomi kreatif cukup dengan cara connecting, collaboration dan commerce/celebration.
"Connecting yaitu perpaduan antara akademis, bisnis, pemerintah dan masyarakat. Collaboration melibatkan seni desain berpadu dengan proses industri kreatif. Sedangkan commerce/celebration menyangkut produk, event, dan pasar," ujarnya.
Dia menuturkan, ekosistem industri kreatif implementasinya harus terkait langsung terhadap kebijakan.
Wahid menambahkan, ekonomi kreatif adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan kreatifitasnya yang menghasilkan karya kreatif dan mendapatkan nilai ekonomis. "Ekonomi kreatif sebagai soft power melibatkan intelektualitas, ekonomi dan budaya," katanya.
Bagaimana mengoptimalkan kreativitas sehingga nilai ekonomisnya tinggi. "Kadang-kadang kita lupa bahwa sebuah brand bisa memberikan dampak ekonomi yang luar biasa," ujarnya.
Menurut Wahid, ekonomi kreatif berhubungan erat dengan SDM kreatif, ini penting karena kualitas dan kuantitas SDM dalam subsektor ini masih sangat terbatas. "Menciptakan pola pikir dan budaya kreatif itu kaitannya dengan pendidikan. Ilmu, inovasi dan budaya bila berjalan beriringan maka hasilnya akan luar biasa," pungkasnya.
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015