Jakarta (ANTARA News) - Kalangan perusahaan jasa TKI mempertanyakan peran dua konsorsium perusahaan asuransi atas 418 TKI di Kuwait yang terlantar dan empat TKI lainnya yang terancam hukum mati di Saudi Arabia. Mantan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati), Abdul Malik Aliun, di Jakarta, Kamis, mengatakan saat ini terdapat 418 TKI yang terlantar di penampungan KBRI di Kuwait. Atase Tenaga Kerja Kuwait melalui suratnya meminta perhatian pemerintah, melalui Deplu dan Depnakertrans dan organisasi perusahaan jasa TKI untuk memberi perhatian atas kasus tersebut. KBRI di Kuwait menyatakan terjadi peningkatan jumlah TKI bermasalah di penampungan secara drastis, yakni mencapai 418 sementara daya tampungnya hanya untuk 150 orang saja. Dalam Periode 1-7 Januari saja terjadi peningkatan TKI bermasalah mencapai 66 orang dan kecenderungan akan terus berlanjut. Saat ini kondisi para TKI tersebut kurang sehat karena saat ini di Kuwait sedang musim dingin dan banyak masyarakat yang terserang flu. Peningkatan jumlah TKI bermasalah itu antara lain disebabkan adanya penjelasan dari Mendagri Kuwait bahwa pemerintah negara itu akan memberikan pengampunan bagi WNA yang tidak memiliki dokumen ijin tinggal untuk meninggalkan Kuwait, dengan catatan mereka tidak tidak terlibat kasus kriminal. Dalam tiga bulan terakhir ini di Polisi Kuwait juga sedang mengintensifkan razia atas penampungan gelap. Di sisi lain tingkat kepedulian para agensi negara itu juga sangat kurang dalam membantu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi TKI. Untuk mengantisipasi peningkatan TKI bermasalah, KBRI Kuwait menyatakan tidak akan melegalisasi perjanjian kerja baru sampai kondisi penampungan menjadi normal. Malik melihat kondisi tersebut sangat memprihatinkan karena dalam beberapa tahun belakangan kondisi itu tidak pernah terjadi lagi. Namun, sejak perlindungan TKI ditangani oleh dua konsorsium asuransi dimana praktik perlindungan TKI diserahkan kepada pialang (broker), maka penanganan TKI bermasalah tidak tuntas. Saat perlindungan di Timur Tengah diserahkan lembaga perlindungan Yayasan Waliamanah dan Yayasan Paramitra maka kondisi demikian tidak terjadi karena kedua lembaga perlindungan selalu memantau dan mendukung KBRI untuk mengatasi masalah TKI. "Tidak hanya sekadar membantu secara finansial untuk tetapi kedua yayasan tersebut juga membantu pengadaan sarana dan prasana di KBRI," kata Malik. Menakertrans dalam laporannya kepada Presiden menyatakan dalam periode tersebut terjadi penurunan kasus TKI dari 17 persen menjadi 14 persen. Namun, kini kondisi tidak demikian. "Saya dengar belum ada kerjasama antara KBRI dengan kedua konsorsium itu untuk melindungi TKI," kata Malik. Penunjukan kedua konsorsium, menurut Malik, mengulang kisah lama dimana konsorsium asuransi selalu tidak peduli dengan TKI yang seharusnya dilindunginya. Perhitungan konsorsium asuransi dalam melindungi TKI hanya sebatas bisnis, tidak ada fungsi sosialnya. "Mereka hanya melindungi TKI yang terdaftar di perusahaannya dengan prosedur klaim yang berbelit-belit dan pembayaran seadanya," kata Malik. Jika ada penumpukan TKI bermasalah seperti di Kuwait dan TKI terancam hukuman pancung di Saudi maka mereka kurang peduli. "Lalu, kemana dana yang perlindungan TKI yang sudah mencapai Rp150 miliar itu," kata Malik. (*)
Copyright © ANTARA 2007