"Di buku sejarah, mereka sebaiknya ditulis sebagai penjahat perang dan itu adalah jenis hukuman yang bisa kami timpakan kepada mereka," kata Mahathir.
Kualalumpur (ANTARA News) - Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad hari Rabu mengumumkan pembentukan pengadilan penjahat perang, yang akan difokuskan kepada korban pelanggaran di Irak, Libanon dan wilayah Palestina. Dia mengatakan pengadilan dan komisi penyelidik berkaitan dengan pengadilan itu diperlukan sebagai alternatif dari Pengadilan Kejahatan Antarbangsa di Denhaag, yang dia tuduh punya prasangka dalam memilih perkara. Pengadilan itu tidak mendapat bantuan pemerintah dan Mahathir mengaku butuh uang untuk mengurus pengadilan tersebut. Dia juga mengatakan akan sulit membujuk kepala pemerintahan tertuduh berbuat salah untuk datang ke persidangan. "Akan ada orang menganggap serius hal ini. Ini bukan pertunjukan," katanya. "Hukuman yang banyak ditakuti pemimpin adalah jika dalam sejarah, mereka dicatat dengan cap tertentu, yang melekat," katanya dalam jumpa pers. "Di buku sejarah, mereka sebaiknya ditulis sebagai penjahat perang dan itu adalah jenis hukuman yang bisa kami timpakan kepada mereka," katanya. "Kami tidak bisa menangkap mereka, kami tidak bisa menahan mereka, dan kami tidak bisa menggantung mereka seperti mereka menggantung Saddam Hussein," katanya. Mahathir, yang memainkan peran penting di panggung dunia sebelum mengundurkan diri pada 2003, memanfaatkan persoalan sengketa di Timur Tengah selama masa pensiunnya. Dia tidak merinci siapa saja yang akan menjadi sasaran pengadilan itu, namun fokusnya adalah pelanggaran di Irak, wilayah Palestina dan Libanon, hal yang menunjukkan bahwa pengadilan itu diarahkan kepada Amerika Serikat dan aksi militer Israel. "Kami berpikir sudah waktunya kami membentuk suatu badan, suatu pengadilan, yang akan memberi kesempatan bagi orang-orang ini untuk mengemukakan pengaduan mereka agar terdengar," katanya. Mahathir juga merencanakan pembentukan komisi kejahatan perang, yang lebih dulu menyelidiki tuduhan penyalahgunaan. Dia akan menjadi anggota komisi bersama lima pakar hukum asal Malaysia, satu di antaranya adalah dari kelompok garis keras oposisi Partai Islam. Pengadilan itu akan ditangani mantan hakim dan profesor perundang-undangan dari dalam dan luar negeri, termasuk seorang mantan hakim agung Malaysia. Namun, dia mengakui akan sulit mendapatkan bukti diperlukan untuk melakukan pemeriksaan pengadilan secara seksama dan untuk idenya itu, ia masih kekurangan dana. "Kami sedang meminta sumbangan dari mereka yang berkepentingan," katanya, "Selama ini tidaklah mudah." Mahathir pekan depan mengadakan konferensi kejahatan perang, yang dihadiri kira-kira 17 orang Palestina, Irak dan Libanon, yang diduga menjadi korban penyalahgunaan dan penyiksaan. Komisi baru itu kemudian akan mulai menyelidiki kasus mereka. Pengadilan itu sendiri digelar begitu komisi penyelidik telah selesai menyusun dokumen pertamanya. Mahathir tidak merinci apakah pengadilan itu akan mempunyai jaksa dan pembela. Dia mengatakan tertuduh akan diundang untuk mengirimkan wakilnya, namun berikrar pengadilan itu tidak akan menjadi "pengadilan kangguru" seperti yang dialami Saddam.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007