"Sebenarnya deforestasi itu memiliki relasi dengan tata kelola pemerintahan, banyak studi yang mengatakan itu," katanya saat menjadi penanggap diskusi bertajuk Menggugat Kerugian Negara di Sektor Kehutanan yang digelar sejumlah lembaga swadaya masyarakat tergabung dalam Koalisi Anti Mafia Hutan di Jakarta, Kamis.
"Saya ingin menegaskan pernyataan itu, sebab dalam satu kabupaten-kota yang punya indeks tata kelola yang buruk ternyata berimplikasi terhadap semakin tinggi tingkat deforestasi," ujarnya menambahkan.
Kesimpulan itu diperoleh berkat data temuan FWI di tiga provinsi yang menunjukkan adanya hubungan antara lemahnya tata kelola pemerintahan dengan deforestasi.
Kabupaten Berau di Kalimantan Timur, misalnya, memiliki indeks tata kelola yang relatif lebih rendah dibandingkan kabupaten lainnya, dan di saat bersamaan memiliki tingkat deforestasi yang tinggi.
Tata kelola pemerintahan yang lemah bukan satu-satunya faktor yang mendorong lajunya tingkat deforestasi.
Sejumlah faktor lain yang mendorong lajunya deforestasi menurut FWI adalah banyaknya konsesi Hak Pengusahaan Hutan yang izinnya masih hidup namun sudah tidak beroperasi lagi sehingga hutan tidak ada yang mengelola serta banyaknya konsesi hutan tanaman industri (HTI) yang sudah mendapat izin tetapi realisasi penanamannya rendah sehingga banyak lahan hutan terbengkalai.
Selain itu, Bob juga menyebutkan ekspansi sawit dan konsesi pertambangan juga berpengaruh besar terhadap deforestasi, bahkan untuk pertambangan sendiri menyentuh kisaran angka 0,5 juta hektar. Kedua jenis konsesi ini, bukan hanya memicu deforestasi kian laju, tetapi juga kerap menimbulkan pergesekan dengan tanah adat serta memicu konflik tenurial di seluruh Indonesia.
Kebakaran hutan juga tak lepas sebagai faktor pemicu deforestasi, pun demikian kebakaran hutan sebagian besar terjadi di wilayah konsesi HTI dan sawit.
Data FWI mencatat laju deforestasi Indonesia mengalami penurunan dalam tiga periode, yakni dua juta hektar per tahun pada 1980-1990-an, sekira 1,5 juta per tahun pada 2000-2009 dan 1,1 juta hektar per tahun pada 2009-2013.
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015