Jakarta (ANTARA News) - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyebut negara merugi Rp11,497 triliun akibat penambangan pasir ilegal di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
"Hal ini perlu diperhatikan. Tambang pasir di Lumajang sangat diminati karena mengandung bahan mineral berharga seperti titanium dan pasir besi yang dibutuhkan industri peleburan baja dan semen, dengan kandungan pasir besi (Fe) mencapai kisaran kadar 50 persen lebih," ujar Kepala Departemen Penguatan Organisasi Rakyat KPA Kent Yusriansyah kepada Antara di Jakarta, Kamis.
KPA mencatat pengerukan pasir di Lumajang sudah dilakukan sejak 2011. Jika diperkirakan per hari ada 500 truk yang membawa pasir, dengan satu truk diperkirakan bermuatan 35 ton, maka dalam setahun ada 6.387.500 ton hasil tambang dibawa keluar dari sana.
Ada pun menurut KPA, harga pasaran pasir besi sekarang adalah 36 dolar AS per ton. Jadi, dalam setahun, kalau dikalikan dengan 6.387.500 ton (misalkan 1 dolar AS=Rp10.000), kerugian negara ada Rp2,299 triliun.
Setelah lima tahun, karena dimulai sejak 2011, maka sampai 2015 negara merugi Rp11,497 triliun.
"Melihat besarnya kerugian negara, sudah sepatutnya KPK dan Kepolisian RI menjadikan permasalahan pertambangan ini menjadi suatu yang serius," tutur Kent.
KPA juga meminta KPK dan Polri menyelidiki dan membuka perusahaan mana dan siapa saja pejabat utama yang terkait rantai mafia tambang Lumajang, dari Kabupaten Lumajang hingga pemerintah pusat.
"KPA juga berharap pemerintah bisa memidanakan para pelaku utama dengan tambahan pasal tindak pidana korupsi untuk memberantas korupsi bidang sumber daya alam," kata Kent.
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015