Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR RI Agung Laksono berpendapat, Presiden sebaiknya menegur Mendagri M Ma`ruf terkait penerbitan PP No.37/2006 karena penerbitan PP tersebut menimbulkan reaksi keras dari publik. "Presiden sebaiknya menegur Mendagri karena menerbitkan ketentuan hukum tanpa koordinasi dengan departemen dan pihak terkait," kata Agung di Gedung Parlemen Senayan Jakarta, Rabu. Mendagri pada hari yang sama menemui Ketua MPR RI Hidayat Nurwahid untuk menjelaskan dan menyampaikan pejelasan terkait PP tersebut. Mendagri seusai pertemuan menjelaskan, pihaknya telah mencabut PP 37 tahun 2006 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. Untuk itu, pimpinan dan anggota DPRD yang sudah menerima dananya harus di kembalikan ke kas umum daerah. "Pengembaliannya kita beri waktu sampai Desember 2007. Mekanisme dan proses pengembaliannya diserahkan kepada daerah masing-masing," katanya. Menurut dia, sekarang ini adalah era desentralisasi. Karena itu, Depdagri memberikan kesempatan kepada daerah untuk memproses pengembaliannya. "Yang penting uang tersebut harus kembali. Jika tidak, tentunya ada sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku," katanya. Mendagri menambahkan PP 37 justru mengatur secara substansial bagaimana pengelolaan keuangan daerah secara tertib. Karena itu dengan pemahaman yang baik. "Insya Allah kita bisa memudahkan penjabaran pengelolaan keuangan di daerah," katanya. Ketua komisi II DPR RI dari F-Partai Demokrat (FPD) EE Mangindaan mengatakan, pencabutan Pasal 14 [d] yang dilakukan Mendagri merupakan hasil pembicaraan bersama komisi II DPR. "PP 37 itu kita minta dikaji ulang secara mendalam dan itu sudah sesuai keputusan Komisi II DPR. Namun apapun hasilnnya, kita serahkan ke Mendagri bersama aparat terkait," katanya. Keberadaan PP 37/2006 tersebut ada yang menimbulkan multitafsir, jadi harus diluruskan. "Yang kita inginkan adalah peninjauan kembali pasal 14 d tentang rapel dan batas maksimum dan minimum itu harus jelas," katanya seraya menambahkan, setelah di keluar revisi yang baru itu perlu dilaksanakan dengan sosialisasi lagi. Berkaitan pengembalian dana rapelan itu, kata Mangindaan, tergantung mekanis daerah yang melaksanakannya. "Saya yakin hal itu bisa berjalan dengan baik," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2007