Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan warga Kabupaten Aceh Singkil yang mengungsi ke Sumatera Utara setelah bentrok antar-warga sudah bisa kembali ke rumah mereka karena pemerintah sudah melakukan koordinasi untuk mengamankan situasi.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Kapolri dan Kapolri memberikan penjelasan, pengungsi yang keluar dari daerah Singkil yang lari ke daerah Pakpak sudah diminta kembali ke daerahnya," kata Luhut di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Kamis.
Kerusuhan di Desa Suka Makmur, Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, Selasa (13/10) sekitar pukul 11.00 WIB, terjadi ketika sekelompok orang bersenjata tajam mendatangi satu gereja kecil dan membakarnya.
"Singkil ini masalah lama, mulai dari tahun 1979, 2011, 2013, dan sekarang. Sebenarnya kesepakatan untuk melakukan pembongkaran dari gedung-gedung yang tidak ada izin untuk dijadikan gereja, tapi kemudian ada massa yang memaksa melakukan pembakaran seperti kemarin, (tapi) sekarang sudah masalahnya diselesaikan," tambah Luhut.
Kepolisian Daerah Sumatera Utara mencatat hingga Rabu (14/10) ada 4.409 warga Kabupaten Aceh Singkil yang mengungsi ke dua kabupaten di Sumatera Utara yaitu Tapanuli Tengah (3.433 orang) dan Pakpak Bharat (976 orang).
"Gubernur (Aceh) sudah berkoordinasi karena ini masalah peraturan daerah, seperti yang kita ketahui Singkil itu berbatasan dengan Sumatera Utara, dan penduduk Singkil itu banyak berasal dari orang-orang Pakpak, bukan Aceh, dan banyak dari mereka yang beragama Kristen," tambah Luhut.
Ia pun menyatakan bahwa TNI dan Polri sudah melakukan langkah-langkah untuk melokalisir konflik.
"Kita berharap ini jangan menjadi isu yang berjalan tidak terkendali. Oleh karena itu TNI-Polri sudah melakukan langkah-langkah untuk membatasi dan menenangkan keadaan ini sehingga kita berharap selesai di Singkil saja," katanya.
"Kita ingin masalah ini diselesaikan dengan baik, tidak gaduh. Kita tidak ingin negeri ini menjadi negara yang semua diselesaikan dengan kekerasan. Tidak ada yang tidak bisa diselesaikan dengan dialog," jelas Luhut.
Luhut pun berjanji mengoordinasikan proses pembuatan izin rumah ibadah di Singkil karena dalam kesepakatan awal tahun 1979, yang dikuatkan dengan musyawarah pada 2001, bahwa di daerah itu hanya berdiri satu gereja dan empat undung-undung (gereja kecil) namun kini rumah ibadah umat Kristen lebih dari banyak dari itu.
Selain itu, berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Dua Menteri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006, Pasal 14 tentang pendirian Rumah Ibadat disebutkan bahwa untuk mendirikan rumah ibadah harus ada paling sedikit KTP 90 orang pengguna rumah ibadat dan dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang, namun di Singkil, jumlah masyarakat yang mengajukan KTP ditambah menjadi 150 orang.
"Sekarang kita ingin memproses semua pihak supaya proses izin rumah ibadah dan kalau ada perbedaan pendapat saya berharap tidak dilakukan hal-hal seperti ini yang memperburuk citra kita di mata dunia internasional," katanya.
"(Perbedaan pelaksanaan SKB 2 Menteri) dikatakan Kapolri supaya daerah melakukan evaluasi mengenai peraturan-peraturan daerah, jangan menyalahi ketentuan-ketentuan yang sudah ada," tambah Luhut.
Luhut pun mengakui bahwa ada sejumlah rumah ibadah yang tidak memenuhi ketentuan di Singkil saat ini.
"Di sana ada 10 rumah ibadah kecil-kecil, sehingga mereka ingin dihentikan, ada yang diproses izinnya, sekitar lima atau tujuh sudah mendapat izin. Tapi yang 10 ini ada yang tidak mendapatkan izin. Itu menjadi masalah," tegas Luhut.
Polisi pun sudah mengamankan 20 orang yang terlibat kerusuhan itu, warga yang mendesak agar pemerintah daerah membongkar gereja-gereja yang tidak memiliki izin sehingga disepakati 21 gereja yang tidak memiliki izin akan dibongkar Senin, 19 Oktober 2015.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015