Jakarta (ANTARA News) - Tiga anggota Polsek Pasirian yang diduga menerima setoran uang suap dari aktivitas tambang pasir ilegal di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, menjalani sidang disiplin untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"(Ketiganya) disidang disiplin. Nanti sidang dilanjutkan hari Kamis," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Kombes Suharsono di Mabes Polri, Jakarta, Senin.
Menurut dia, dalam sidang itu, telah diperiksa tiga saksi yakni kepala desa Har, seorang staf kepala desa dan seorang pekerja tambang.
Kabidhumas Polda Jatim Kombes R.P. Argo Yuwono mengatakan dari hasil pemeriksaan sementara diketahui bahwa ketiga polisi ini menerima uang suap dari aktivitas tambang pasir ilegal di wilayah itu.
"Sidang disiplin itu menyatakan bahwa anggota ini tidak melakukan tugas dan fungsinya di kepolisian, intinya melanggar," ujar Argo.
Ketiganya adalah Ajun Komisaris SM (mantan Kapolsek Pasirian), Aipda SP (babinkamtibmas) dan Aipda SH (Kanit Serse).
Pemeriksaan ketiganya dilakukan sebagai bagian dari pengusutan kasus pembunuhan seorang aktivis antitambang di Lumajang, Salim Kancil.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti sudah membantah bahwa ketiga polisi tidak ada kaitannya dengan kematian Salim Kancil.
"Ini tidak ada kaitannya (dengan pembunuhan Salim Kancil). Kita harus ada fakta hukum. Beda antara suap dan pembunuhan. Kalau ada fakta hukum mengatakan seperti itu pasti akan kita cari," ujar Badrodin.
Dua warga Desa Selok Awar-awar, Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Salim Kancil dan Tosan dianiaya sekelompok orang karena menolak penambangan pasir ilegal di sekitar Pantai Watu Pecak, Kabupaten Lumajang, pada Sabtu, 26 September 2015. Salim Kancil meninggal dunia, sedangkan Tosan kritis.
Polda Jawa Timur telah menetapkan 37 tersangka dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan dua aktivis antitambang ini. 24 orang ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Salim Kancil dan penganiayaan Tosan, sedangkan 13 tersangka lainnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tambang ilegal.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015