Jakarta (ANTARA News) - Ahli kimia asal Amerika sekaligus peraih Nobel, Richard Heck meninggal, Sabtu lalu di Manila dalam usia 84 tahun.
Heck harus meregang nyawa setelah berjuang melawan penyakit yang hampir membuatnya miskin.
Heck menghabiskan masa pensiun di Filipina pada 2006 bersama istrinya, Socorro Nardo-Heck. Namun, dua tahun setelah Heck mendapatkan Nobel (2010), Soccoro meninggal.
Menurut keponakan Socorro, Michael Nardo, Heck seringkali mengalami depresi pasca kematian istrinya itu. Dia dikabarkan keluar masuk rumah sakit sejak 2013, akibat pneumonia.
"Dia hampir kehilangan kekuatannya setelah terkena pneumonia," kata Nardo seperti dilansir Reuters.
Selain pneumonia, Heck juga dilaporkan pernah menderita kanker prostat, diabetes, penyakit paru-paru obstruktif kronis dan demensia.
"Sangat menyedihkan. Dia hanya mengandalkan uang pensiun bulanannya sebesar $2.500," tutur Nardo.
Heck bersama ilmuwan dari Jepang Ei-ichi Negishi dan Akira Suzuki memenangi Nobel dalam bidang kimia pada 2010 setelah menemukan cara baru mengikat atom karbon untuk melawan kanker. Mereka juga menemukan cara memproduksi layar tipis komputer.
Dia berafiliasi dengan Universitas Delaware di Amerika Serikat saat mengembangkan palladium sebagai katalis (karya ini disebut reaksi Heck) pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an.
Lalu, pada akhir 1970-an, dua ilmuwan Jepang muncul dan memperkenalkan varian mereka di akhir 1970-an.
Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015