Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan 10.154 temuan dalam ikhtisar hasil pemeriksaan semester I (IHPS) tahun 2015 kepada Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin.
Ketua BPK Harry Azhar Azis didampingi sejumlah anggota BPK saat menyampaikan IHPS I tahun 2015. Sementara itu, Presiden Jokowi didampingi oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, serta Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan.
IHPS I tahun 2015 memuat ringkasan 666 obyek pemeriksaan yang terdiri dari 117 obyek pada pemerintah pusat, 518 obyek pemerintah daerah dan BUMD, serta 31 obyek BUMN dan badan lainnya.
Berdasarkan jenis pemeriksaannya, terdapat 607 obyek pemeriksaan keuangan, 5 pemeriksaan kinerja, dan 54 pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
"Tadi Presiden menyampaikan ke Menkeu untuk diingatkan lagi di sidang kabinet berikutnya akan dia tekankan betul menyampaikan hasil temuan maupun rekomendasi BPK harus ditindak lanjuti tahun yang bersangkutan juga," kata Harry Azhar ketika konferensi pers usai bertemu Presiden di Kantor Kepresidenan Jakarta.
Dari pemeriksaan 666 obyek pemeriksaan tersebut, BPK menemukan 10.154 temuan yang memuat 15.434 permasalahan dari 7.890 (51,12 persen) masalah ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan senilai Rp 33.46 triliun dan 7.544 (48,88 persen) masalah kelemahan sistem pengendalian intern (SPI).
"Pelanggaran atas perundang-undangan ini mencapai 51,12 persen, artinya bisa saja ada kesengajaan, bisa juga ada kelalaian dari petugas yang mengelola keuangan negara, ada juga sebagian yang tidak paham," kata Harry Azhar.
Ketua BPK ini juga mengungkapkan bahwa Presiden meminta kedua menterinya, yakni Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri untuk terus melakukan peningkatan kapasitas kemampuan para pegawainya.
"Tadi saya menyampaikan ke Presiden perkembangan trend positif (laporan keuangan) di pemerintah daerah itu salah satunya hasil kerja kementerian dalam negeri," katanya.
Harry Azhar mengungkapkan bahwa kinerja laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara umum terus menunjukkan peningkatan.
"Pemerintah pusat yang memperoleh opini WTP (wajar tanpa pengecualian) mencapai 71 persen. Sebelumnya 5 tahun yang lalu masih 57 persen," katanya.
Sementara untuk pemerintah daerah, kata Harry Azhar, mencapai angka 49 persen dari sebelumnya masih 30 persen pada 2013 dan 2009 masih 3 persen.
Untuk pemerintah daerah, selama semester I tahun 2015, BPK memeriksa 504 laporan keuangan pemda atau sebanyak 93,51 persen LKPD dari 539 pemerintah daerah yang wajib menyusun laporan keuangan (LK).
Hal ini mengalami perkembangan dari tahun sebelumnya yang dimuat dalam IHPS I Tahun 2014, yaitu sebanyak 456 (87,02 persen) LHP LKPD dari 524 pemerintah daerah yang wajib menyusun LKPD tahun 2013.
LKPD tahun 2013 yang memperoleh opini WTP sebanyak 29,96 persen dan tahun 2014 meningkat menjadi 49,80 persen.
IHPS I tahun 2015 juga mengungkap 31 obyek pemeriksaan BUMN dan badan lainnya, terdiri atas 6 pemeriksaan keuangan, 2 pemeriksaan kinerja, dan 23 PDDT.
Dalam hasil pemeriksaan atas enam laporan keuangan badan lainnya tahun 2014, BPK memberikan opini WTP atas empat LK badan lainnya, yaitu LK Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan Hulu Migas.
Terhadap LK Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) dan Badan Pengelolaan Dana Abadi Umat, BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP).
Selama semester I tahun 2015, BPK telah menyampaikan 24.169 rekomendasi senilai Rp 15,66 triliun kepada entitas yang diperiksa.
Dari jumlah tersebut, 5.826 (24,11 persen) rekomendasi senilai Rp 256,10 miliar telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi, 9.068 (37,52 persen) rekomendasi senilai Rp 1,61 triliun belum sesuai atau dalam proses tidak lanjut, dan 9.721 (38,36 persen) rekomendasi senilai Rp 13,80 triliun belum ditindaklanjuti serta 4 (0,01 persen) rekomendasi senilai Rp 57,45 juta tidak dapat ditindaklanjuti.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015