Malang (ANTARA News) - Proyek pembangunan gorong-gorong dengan sistem "jacking" di kawasan Jalan Bondowoso-Kali Metro di Jalan Tidar Kota Malang mangkrak, karena Pemkot Malang tidak menganggarkan dana untuk melanjutkan proyek tersebut hingga tahun depan.
"Kalaupun kita anggarkan akan percuma, sebab proses pembangunannya juga tidak bisa dilanjutkan karena sampai saat ini proyek tersebut masih dalam proses hukum," ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Malang, Jawa Timur, Cipto Wiyono di Malang, Minggu.
Jika proses hukum di pengadilan sudah tuntas dan tidak ada masalah, lanjutnya, pemkot baru menganggarkan dana lagi untuk melanjutkan proyek tersebut hingga selesai. "Mungkin baru tahun 2017 bisa kita anggarakan kembali, yang terpenting sekarang ini proses hukumnya selesai dulu," ujarnya.
Selain tidak mengalokasikan anggaran untuk kelanjutan proyek tersebut, dalam APBD 2016 Pemkot Malang yang dituangkan dalam Kebijakan Umum Anggaran Keuangan dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) juga tidak menganggarkan dana untuk kekurangan pembayaran proyek tersebut kepada kontraktor, yakni PT Citra Gading Asritama (CGA) karena sebab yang sama (masih dalam proses hukum).
Ia mengakui pemkot tidak berani menganggarkan dana untuk membayar kekurangan pengerjaan proyek tersebut sebesar Rp14,5 miliar kepada kontraktor, meski keputusan Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang mememangkan gugatan PT CGA dan mewajibkan Pemkot Malang untuk membayarkan kekurangan tersebut.
Setelah ada keputusan tetap dari pengadilan atas banding Pemkot Malang, katanya, pemkot baru akan menganggarkan dana untuk pembayaran kekurangan proyek jacking yang sudah digunakan kontraktor sebesar Rp14,5 miliar itu. Sebab, kalau pemkot mengeluarkan anggaran untuk pembayaran kekurangan proyek tersebut, sangat riskan.
Pada pertengahan Juni lalu Majelis Hakim PN Malang mengabulkan gugatan PT Citra Gading Asritama terkait kekurangan pembayaran pengerjaan proyek pembangunan gorong-gorong sebesar Rp14,5 miliar di kawasan Jalan Bondowoso-Jalan Tidar.
Anggaran keseluruhan untuk pengerjaan proyek jacking tersebut sebesar Rp38 miliar. Namun, karena masih ada proses banding, Pemkot Malang berkukuh tidak mau membayar kekurangan tersebut. Sementara kontraktor juga berkukuh meminta pembayaran kekurangannya, sebab proyek tersebut menggunakan sistem perjanjian "unit price", artinya uang tersebut wajib dibayarkan tanpa melihat apakah proyek itu selesai atau tidak.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Kota Malang Rahayu Sugiharti mendukung kebijakan pemkot yang tidak mengalokasikan anggaran untuk pembayaran proyek pembangunan gorong-gorong yang masih bermasalah tersebut.
"Lebih baik anggarannya dialihkan untuk proyek atau kebutuhan mendesak lainnya. Jika dana sebesar Rp14,5 miliar itu dibayarkan sebelum ada keputusan hukum tetap, akan berisiko, sehingga lebih baik menunggu dulu sampai proses hukumnya tuntas," ujarnya.
Sebelumnya kontraktor (PT Citra Gading Asritama) proyek pembangunan jacking tersebut mengajukan gugatan ke PN Kota Malang terkait belum dibayarkannya kekurangan dana yang sudah digunakan kontraktor. Kekurangan pembayaran tesrebut sebesar Rp14,5 miliar.
PN Malang mengabulkan gugatan tesrebut dan mewajibkan Pemkot Malang untuk membayarkan kekurangannya. Atas putusan PN Malang yang memenangkan gugatan kontraktor, Pemkot Malang mengajukan banding, namun hingga saat inibelum ada keputusan tetap, sehingga Pemkot Malang tidak mau membayarkan kekurangannya.
Pemkot Malang tidak mau membayarkan kekurangannya kepada kontraktor sebesar Rp14,5 miliar itu karena kontraktor dinilai tidak mengerjakan proyek sesuai perjanjian, baik spek bangunan maupun penyelesaian pembangunan yang sudah molor berkali-kali.
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015