Hal itu, katanya, akibat Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi soal calon tunggal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, maka sah bagi daerah dengan calon tunggal untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak periode pertama pada Desember 2015.
"KPU harus segera menyusun peraturan tentang pemilihan satu pasangcalon agar tidak terjadi permasalahan di kemudian hari," kata Komarudin di Jakarta, Sabtu.
Bung Komar, panggilan akrab Komarudin Watubun menambahkan, rancangan peraturan itu harus melalui uji publik dan dihadiri oleh partai politik, para stakeholders dan tentunya melewati konsultasi dengan Komisi II DPR RI serta Pemerintah.
Bung Komar, panggilan akrab Komarudin Watubun menambahkan, rancangan peraturan itu harus melalui uji publik dan dihadiri oleh partai politik, para stakeholders dan tentunya melewati konsultasi dengan Komisi II DPR RI serta Pemerintah.
Untuk itu, Komisi II DPR RI, pada Senin (12/10) akan dilakukan pertemuan membahas hal ini antara Komisi II DPR RI dan KPU Pusat.
"Ada banyak konsekuensi yang ditimbulkan terhadap putusan MK ini. Buat sedetail mungkin agar nanti tidak terjadi sengkarut hukum karena multitafsir. Karena tidak menutup kemungkinan akan ada hal-hal yang muncul di luar prediksi," ujar politisi PDI Perjuangan itu.
Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Papua mencontohkan, sebelumnya hanya ada tiga daerah yang memiliki calon tungga kepala daerah, yakni Kabupaten Blitar, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Timor Tengah Utara di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Papua mencontohkan, sebelumnya hanya ada tiga daerah yang memiliki calon tungga kepala daerah, yakni Kabupaten Blitar, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Timor Tengah Utara di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Namun KPU tidak mengantisipasi terhadap fenomena seperti yang terjadi di Kabupaten Buru Selatan dimana salah satu calon bupati, Hakim Fatsey, meninggal dunia, sehingga mengakibatkan hanya ada satu pasangan calon tersisa dalam pilkada," tegasnya.
Dikatakannya, fenomena putusan MK terhadap keikutsertaan calon tunggal pada pelaksanaan Pilkada serentak 2015 ini hanya "bagian kecil" dari ditemukannya kerikil-kerikil dalam sepatu perjalanan demokrasi di Indonesia.
"Ada sejumlah potensi masalah lain yang menjadi turunan terhadap keputusan ini. Jika bukan pasangan tunggal, calon yang kalah dalam pemilu bisa menggugat. Nah, dengan calon tunggal bagaimana aturan pemilih dapat menggugat. Begitupun sebaliknya, jika pasangan tunggal ini kalah, bagaimana dia dapat menggugat penyelenggara. Hal-hal seperti ini yang kami ingatkan agar potensi munculnya konflik bisa diredam," tegas Bung Komar yang juga mengingatkan MK untuk siap-siap menerima gugatan seperti ini.
Sebagaimana diberitakan pada 29 September lalu, MK memutuskan Pilkada tetap dapat digelar meski hanya diikuti satu pasangan calon demi menjamin dan melindungi hak rakyat. Mekanismenya, pemilih menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap pasangan yang terdaftar. Jika lebih banyak yang setuju, pasangan calon tunggal ditetapkan menjadi kepala dan wakil kepala daerah. Jika yang tidak setuju lebih banyak, pilkada di daerah tersebut ditunda sampai pilkada serentak berikutnya.
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015