Kita rata-rata menghirup oksigen 20 persen,"
Depok (ANTARA News) - Pakar "Fire Safety" Universitas Indonesia Fatma Lestari mengatakan air merupakan media paling efektif untuk memadamkan api dibandingkan menggunakan "chemical powder" atau bahan kimia.

"Unsur lahan gambut perlu teknik pemadaman secara spesifik. Air bisa menembus lahan gambut sampai 3-5 meter dan api bisa benar-benar padam," katanya menanggapi kebakaran yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, Jumat.

Ia mengatakan pemadaman kebakaran hutan yang menggunakan "chemical powder" kurang efektif. Berdasarkan pengalaman kami, chemical powder seperti api dalam sekam jadi suatu saat api bisa membesar kembali.

"Kita juga perlu memonitor dengan menggunakan drone untuk sensor asap dan panas," jelasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan saat ini yang harus cepat dilakukan saat ini adalah melakukan penjernihan udara dalam rumah. Sehingga setidaknya warga masih bisa menghirup udara bersih ketika dalam rumah.

"Kemudian perlu juga dilakukan pengukuran kadar oksigen," katanya.

Dikatakannya jika kadar oksigen dibawah 16 persen bisa menyebabkan gejala pusing dan lemas. Bahkan kalau dibawah lima persen bisa menyebabkan kematian.

"Kita rata-rata menghirup oksigen 20 persen," katanya.

Sebelumnya Tim ahli Pusat Riset dan Respon Bencana Universitas Indonesia (UI) Dr rer nat Agustino Zulys menciptakan alat Smoke Absorber atau penghisap asap untuk memurnikan udara yang ada di lingkungan sekitar.

"Alat ini bisa digunakan di dalam rumah untuk memurnikan udara akibat asap yang disebabkan kebakaran hutan, seperti yang dialami daerah Riau," kata Agustino saat menerangkan Smoke Absorber di Gedung Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) Universitas Indonesia (UI).

Smoke Absorber bekerja dengan bantuan kipas yang disambungkan ke aliran listrik. Kipas akan membantu untuk menyedot udara yang tepapar asap kemudian disaring dalam tabung. Zeolit dalam tabung berfungsi menyerap racun yang terkandung dalam udara.

"Udara yang dihasilkan adalah oksigen yang sudah bersih," jelasnya.

Ia mengatakan nanti bisa diproduksi massal dengan kerjasama industri dan pemerintah. Untuk konsumsi massal, maka nantinya alat ini didesain lebih fleksibel. Sehingga bisa dibawa kemana-mana.

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015