Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Pengkajian MPR, Dr. Bambang Sadono, menyatakan bahwa sampai saat ini Indonesia masih menghadapi fenomena aneh dalam sistem demokrasinya.

Ia mencontohkan pilkada yang pernah diperdebatkan tentang sistem pemilihannya. Perdebatan dimulai oleh DPR yang memutuskan bahwa pilkada dilakukan lewat pemilihan di DPRD.

"Kalau dari aturan yang dirumuskan di dalam UUD apa yang diputuskan DPR itu benar. Tapi, kemudian timbul perdebatan di masyarakat yang akhirnya Presiden mengeluarkan Perppu untuk kembali ke pilkada langsung. Jadi, timbul pertanyaan di masyarakat sebenarnya apa yang dikehendaki oleh UUD kita," kata Bambang dalam seminar di Banjarmasin, Jumat.

Ia mengatakan, kedua sistem tersebut dalam praktik demokrasi sangat diametral, tetapi secara konstitusional dianggap benar. "Jadi, demokrasi tidak bisa dikaji secara cerah, secara terang, apabila kita tidak gunakan pendekatan sosial budaya," katanya melalui siaran pers MPR.

Selain itu ia juga menyinggung masalah politik uang yang dinilai tak pernah terdengar upaya mengatasinya. "Tak ada seorang pun di antara kita mengatakan bahwa money politic itu tak sesuai dengan Pancasila," kata Bambang.

Menurut dia, penyelesaian masalah ini tidak cukup dengan mengandalkan demokrasi yang dibangun melalui sistem dan peraturan, tetapi demokrasi juga harus dibangun melalui kesadaran sosial budaya.

Seminar nasional yang diselenggarakan MPR bekerjasama dengan Universitas Lambung Mangkurat ini mengangkat tema "Konsep dan Implementais Sistem demokrasi Pancasila dalam Bidang Sosial dan Budaya", yang diikuti 300 peserta dari sivitas akademika universitas itu.

"Seminar ini sangat relevan, karena kita punya kewajiban untuk menciptakan suasana demokrasi, terutama di Kalimantan Selatan," kata Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Perencanaan Universitas Lambung Mangkurat, Prof Yudi Firmanul Arifin.

Pewarta: Try Reza Essra
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015