Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito memperkirakan realisasi penerimaan pajak hingga akhir 2015 bisa mencapai 91,3 persen dari target penerimaan pajak Rp1.294,2 triliun pada 2015 atau defisit Rp112,5 triliun.
"Kami harapkan menjelang akhir tahun tambahan penerimaan akan semakin besar," kata Sigit Priadi Pramudito usai rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.
Sigit menjelaskan, penerimaan pajak negara hingga Kamis (8/10) mencapai 51,94 persen atau 53,02 persen bila ditambah dengan penerimaan pajak penghasilan minyak dan gas (Migas).
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI, Mukhammad Misbakhun, mengatakan, DPR RI sangat prihatin terhadap realisasi penerimaan pajak, karena menilai target penerimaan pajaknya terlalu tinggi.
Sekretaris Panitia Kerja (Panja) Penerimaan Negara DPR RI ini memperkirakan, dengan target penerimaan pajak tahun 2015 yang ada saat ini, maka maksimum penerimaan pajak tahun 2015 hanya sekitar 77 persen.
"Artinya, defisit penerimaan pajak akan membengkak cukup besar, sehingga Pemerintah harus mencari alternatif pembiayaan baru, yakni dari hutang. Itu kalau tak ada alternatif lain," kata Misbakhun.
Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, ketika Pemerintah mau mencari upaya alternatif melalui penganpunan pajak atau "tax amnesty" langsung ramai di media.
Upaya alternatif ini, kata dia, merupakan langkah lain agar Indonesia tidak selalu terjebak pada hutang baru dari luar negeri yang akan menjadi beban genetasi mendatang.
"Keinginan kita membuat UU Pengampunan Pajak adalah ruang bagi Pemerintah untuk mencari solusi dari pilihan sulit yang ada," katanya.
Misbakhun menambahkan, dari kejadian "shortfall" penerimaan negara tahun ini, sebaiknya Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan RI berani menghitung ulang target penerimaan negara untuk RAPBN 2016, yang sasarannya untuk memastikan kegiatan perekonomian nasional tetap berjalan.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015