"Penemuan candi di Desa Duduhan, Mijen, ini sangat penting. Kebanyakan sejarawan berkonsentrasi pada candi di daerah Kedu, di antaranya Borobudur, Prambanan, dan sebagainya," katanya, di Semarang, Kamis.
Hal tersebut diungkapkan dia di sela diskusi terfokus membahas temuan situs diduga candi itu yang dihadiri satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait dan kalangan akademisi.
Pengajar jurusan Sejarah dan Arkeologi Unnes itu menjelaskan temuan candi itu bisa memperkuat silsilah, memberikan suatu penjelasan dan analisa di daerah pesisir Jawa pernah terdapat penguasa lokal di zamannya.
"Ini dibuktikan dengan ditemukannya peninggalan-peninggalan sejarah di daerah pesisir Jawa Tengah, seperti Batang dan Kendal yang menunjukkan indikasi usianya jauh lebih tua dari Candi Borobudur," katanya.
Mengenai bahan baku situs candi di Desa Duduhan, Semarang, yang menggunakan batu bata, ia mengatakan bukan merupakan ukuran usia suatu candi, melainkan hanya terkait kemudahan untuk menemukan bahan baku.
Namun, kata dia, bentuk bangunannya yang terbilang lebih sederhana dibandingkan candi-candi lainnya di daerah Selatan memungkinkan adanya proses pembelajaran dari bentuk sederhana ke bentuk yang lebih rumit.
Yang jelas, Saraswati mengatakan, temuan situs candi di Desa Duduhan, Semarang itu akan menjadi pembahasan baru di daerah Jawa bagian Utara, apalagi temuan tersebut berpotensi menjadi temuan candi yang utuh.
Sebelumnya diwartakan, satu bangunan yang diduga situs bersejarah berbentuk candi yang merupakan peninggalan zaman kerajaan Mataram Kuno ditemukan di Desa Duduhan, Kelurahan Mijen, Semarang.
"Situs dengan panjang sisi 9,3 meter ini diduga bekas bangunan candi atau tempat sembahyang," kata ketua tim peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Agus Indrajaya, Senin (28/9).
Saat itu, sejumlah peneliti dari Puslit Arkenas dan akademisi melakukan ekskavasi dan menemukan bangunan seperti tembok bertingkat setinggi sekitar setengah meter yang diperkirakan sisi Barat bangunan itu.
Penelitian itu kelanjutan survei Puslit Arkenas pada 1976 mengenai keberadaan situs itu untuk mengetahui sejarah awal perkembangan Hindu dan Buddha di Pantai Utara Jawa Tengah.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015