"Impor gula rafinasi harus sesual kebutuhan riil. Hal ini membutuhkan kebijakan yang benar-benar mengawal," kata Ketua Umum APTRI Sumitro Samadikun di Jakarta, Rabu.
Mitro mengatakan, pemerintah dapat meninjau jumlah kebutuhan GKR yang sebenarnya tersebut sesuai dengan jumlah pemesanan dan penjualan produk dari industri makanan dan minuman itu sendiri.
Selain itu, lanjutnya, faktur pajak dari penjualan juga perlu disertakan untuk mendapat rekomendasi impor GKR untuk kebutuhan bahan baku industri.
"Jadi, bukan berdasarkan kontrak. Kontrak itu kan baru rencana ke depan. Harus dilihat 'delivery order' dan faktur pajak yang ia bayarkan. Karena dari situ terlihat berapa yang terjual dan berapa kebutuhan gula rafinasinya," ujar Mitro.
Dengan demikian, tambahnya, tidak terjadi kebocoran GKF yang pada akhirnya digunakan untuk konsumsi, di mana petani tebu dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan Gula Kristal Putih (GKP) untuk konsumsi.
Menurut dia, kapasitas produksi GKF saat ini mencapai 2,5 juta ton hingga 2,6 juta ton per tahun, yang mampu memenuhi 100 persen kebutuhan gula konsumsi masyarakat Indonesia.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015