DPR dan Pemerintah harus berempati dengan kondisi rakyat. Kita tidak boleh berpolemik di tengah rakyat sedang menderita

Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPP PKS Bidang Polhukam, Almuzzammil Yusuf menegaskan partainya menolak revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadi inisiatif DPR.

"PKS menolak usulan perubahan UU KPK menjadi inisiatif DPR di Baleg. Saya melihat perbedaan antarfraksi terlalu tajam dan bisa menjadi bola liar," katanya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, apabila pemerintah serius ingin merevisi UU itu PKS mempersilakannya sebagai usul pemerintah, sedangkan DPR hanya akan menyiapkan Daftar Inventarisir Masalah (DIM) versi DPR.

"PKS tidak ingin mengulangi peristiwa yang sama, Juni 2015 Pemerintah mengusulkan Revisi UU KPK, namun tiba-tiba pemerintah balik badan sehingga citra DPR dipermalukan," ujar Almuzzamil.

PKS, ujar Muzzammil, melihat perubahan UU KPK bukan prioritas karena agenda utama pemerintah dan DPR saat ini adalah mencari solusi penyelesaian agar Indonesia segera keluar dari krisis mata uang rupiah, pangan, asap, dan air.

Dia menilai memasukkan RUU KPK tiba-tiba di tengah jalan, seakan-akan darurat akan menimbulkan perdebatan kontraproduktif.

"DPR dan Pemerintah harus berempati dengan kondisi rakyat. Kita tidak boleh berpolemik di tengah rakyat sedang menderita," tandas Almuzzamil.

PKS menandaskan revisi UU KPK hanya dilakukan untuk menguatkan agenda pemberantasan korupsi.

"Selama korupsi merajalela kita sangat membutuhkan KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan yang bersinergi memberantas korupsi," tegas Muzzammil.

PKS juga tegas mengatakan masyarakat masih sangat membutuhkan KPK dalam memberantas korupsi dengan diberi kewenangan pencegahan, penindakan, dan penuntutan.

Kewenangan-kewenangan itu, menurut PKS, tidak boleh dikurangi agar tidak ompong, justru harus diperkuat dengan Komite Etik yang permanen supaya jika ada penyelewengan oknum KPK bisa langsung ditindak.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015