Manila (ANTARA News) - Para korban pelanggaran HAM semasa rezim diktator Filipina Ferdinand Marcos menjamin kejahatan Marcos tidak akan pernah dilupakan, setelah putra sang diktator mencalonkan diri sebagai presiden Filipina.
Ferdinand "Bongbong" Marcos Jnr kemarin mengumumkan mencalonkan diri sebagai wakil presiden dari garis independen untuk Pemilu tahun depan, namun para pegiat HAM bersumpah untuk menjegalnya.
"Pencalonan Bongbong Marcos adalah seruan nyaring bukan hanya untuk korban tak terhitung hukum darurat perang, namun juga bagi seluruh rakyat Filipina pecinta damai untuk melancarkan perlawanan keras melawan kebangkitan gaya kekuasaan tamak dan fasis Marcos," kata Bonifacio Ilagan, wakil ketua Selda (Sel), yang menghimpun para bekas tahanan politik semasa Marcos berkuasa.
Nilda Lagman-Sevilla, kepala FIND yang mewakili keluarga-keluarga yang anggota familinya hilang selama kekuasaan Marcos, menyebutkan 882 orang tercatat diculik pasukan Marcos Snr setelah dia mengumumkan hukum darurat perang pada 1972.
Salah satu yang hilang diculik Marcos adalah saudara Nilda sendiri, Hermon Lagman, yang adalah pengacara buruh yang hilang pada 1977.
Kelurga Marcos dituduh terlibat dalam pelanggaran HAM berat dan merampok miliaran dolar AS dana negara hingga kemudian revolusi rakyat "people power" menumbangkannya pada 1986.
Setelah Marcos meninggal dunia di pengasingannya di Hawaii pada 1989, keluarganya kembali ke Filipina pada 1991 dan sukses kembali ke arena politik yang berpuncak ketika Bongbong Marcos terpilih sebagai anggota Senat pada 2010.
Marcos Jnr tidak langsung dikaitkan dengan kejahatan yang dilakukan ayahnya, namun dia selalu membela rezim ayahnya dan hukum darurat militer yang diterapkan ayahnya dulu, demikian AFP.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015