"Kami sudah usulkan ke pemerintah pusat, namun baru sekadar lisan, nanti akan kami tindak lanjuti dengan syarat-syarat lainnya," kata Pengurus Dewan Harian Daerah 45 Bidang Sosialisasi Nilai Kejuangan Gatot Marsono di pendopo Taman Makam Pahlawan Kusumanegara Yogyakarta, Selasa.
Di sela sosialisasi peristiwa penyerbuan Kotabaru ke puluhan pelajar Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di Yogyakarta, ia menjelaskan sejarah penyerbuan Kotabaru.
Ia menjelaskan, penyerbuan itu dilakukan karena tentara Jepang masih bercokol di Yogyakarta dan bendera Jepang masih berkibar di Gedung Agung meski Indonesia sudah menyatakan kemerdekaan.
"Jika tidak segera diminta keluar, maka Jepang bisa semakin menguasai Yogyakarta. Oleh karena itu, para pejuang di Yogyakarta berinisiatif untuk melakukan serbuan ke markas tentara Jepang yang ada di Kotabaru," katanya.
Akibat serangan tersebut, 21 pejuang meninggal dunia. Nama-nama pejuang yang meninggal dunia kemudian diabadikan menjadi nama jalan di kawasan Kotabaru dan sekitarnya seperti Faridan M Noto, I Dewa Nyoman Oka dan Atmo Sukarto.
Sementara di pihak Jepang diketahui ada 27 tentara yang mati dan sekitar 360 tentara dijebloskan ke penjara di Wirogunan, Yogyakarta.
Tentara Jepang yang ada di lokasi lain seperti Pingit menyerahkan diri dan akhirnya pergi dari Indonesia.
"Generasi muda perlu meneladani sikap para pejuang ini karena mereka rela berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia," katanya.
Sebuah monumen kemudian dibangun di halaman gedung bekas markas tentara Jepang untuk memperingati peristiwa tersebut.
"Peristiwa tersebut memang tidak banyak dikenal secara umum karena warga Yogyakarta itu memiliki sikap lembah manah (tidak menuntut pengakuan)," katanya.
Selain Serbuan Kotabaru, beberapa peristiwa penting terjadi di Yogyakarta selama masa awal kemerdekaan seperti Serangan Umum 1 Maret 1949 dan Yogya Kembali pada 29 Juni 1949.
"Ketiga peristiwa ini menjadi tonggak sejarah bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan. Seharusnya, ketiganya bisa diperingati secara nasional, tidak kalah dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November," katanya.
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015