Untuk saat ini ditemukan jjavascript:void(0);uga satu titik di Sumbar yaitu di Kabupaten Sijunjung"
Padang (ANTARA News) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Ketaping di Padang Pariaman, Sumatera Barat, melaporkan jarak pandang di Kota Padang pada Senin pagi berkisar antara 1.500 sampai 1.700 meter, membaik dibanding sebelumnya sejak asap dari kebakaran hutan dan lahan menyelimuti daerah itu.
"Kondisi ini sudah jauh lebih baik dari sebelumnya dimana jarak pandang hanya berkisar antara 1.000 hingga 1.400 meter," kata Kepala Bidang (Kabid) Observation BMKG Ketaping, Budi Samiadji saat dikonfirmasi dari Padang, Senin.
Ia mengatakan, kabut asap kiriman dari beberapa provinsi tetangga seperti Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Bangka Belitung dan Bengkulu masih menyebabkan daerah ini diselimuti asap.
Bahkan berdasarkan pantau satelit masih terdeteksi sebanyak 164 titik panas yang mempengaruhi kondisi udara Kota Padang.
Titik api berasal dari 138 titik di Sumatera Selatan, 16 titik di Lampung, lima titik di Jambi, dua titik di Bengkulu, dua titik di Bangka Belitung dan satu titik terdeteksi di Sumbar.
"Untuk saat ini ditemukan juga satu titik di Sumbar yaitu di Kabupaten Sijunjung," kata dia.
Angin berhembus dari selatan ke tenggara sehingga Sumbar masih menerima kabut asap kiriman.
"Jika tidak terjadi hujan pada sumber titik api, maka ketebalan kabut asap di Padang tidak akan berkurang secara permanen," kata dia.
Sementara itu Humas PT Angkasa Pura II selaku pengelola Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Yosrizal mengatakan penerbangan akan terganggu jika jarak pandang di bawah 700 atau 500 meter.
Salah seorang warga Padang Ayu (25) mengatakan kabut asap yang terjadi di Kota Padang belum mengalami perubahan dalam beberapa hari terakhir, ia juga masih memilih untuk tetap memakai masker saat keluar rumah.
Ia berharap pemerintah segera menangani persoalan ini, dan pemerintah juga seharusnya memberi penjelasan kepada masyarakat tentang status kabut asap secara berkala, sehingga warga dapat mengantisipasi dampaknya.
Pewarta: Eko Fajri
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015