... bagaimana caranya? Bukankah keputusan strategis pemerintah sebaiknya tidak dilihat dari perspektif untung rugi, tapi juga secara politik?...Jakarta (ANTARA News) - Komisi VI DPR meminta pemerintah menjelaskan secara utuh terkait rencana pembangunan kereta api super cepat yang akan dikerjakan Tiongkok.
Katanya lagi, hal itu penting karena ada dugaan bakal terkait kelangsungan sejumlah bank BUMN. "Pemerintah harus memberi klarifikasi secara detil dan lengkap," kata Heri Gunawan, di Gedung DPR, di Jakarta, Jumat.
Selain itu, penjelasan dan klarifikasi pemerintah itu juga diperlukan karena ada beberapa pertanyaan yang mendasari penunjukan Tiongkok alias China sebagai pemenang dalam tender yang nilainya hampir Rp60 triliun.
Pertama, kenapa harus China dan bukan Jepang terkait pembangunan itu. Kata dia, dari sisi pengalaman dan teknologi, Jepang lebih unggul. Bahkan, Jepang sudah menyelesaikan studi kelayakan terlebih dahulu.
"Kok tiba-tiba China yang dapat. Itu bagaimana caranya? Bukankah keputusan strategis pemerintah sebaiknya tidak dilihat dari perspektif untung rugi, tapi juga secara politik?" katanya.
Pertanyaan kedua, adalah bagaimana skema investasi dari proyek tersebut sebab skema investasinya bukan dari APBN langsung, PMN atau pinjaman.
"Sebab, proyek infrastruktur jangka panjang yang punya resiko keuangan jangka panjang pada BUMN yang ditunjuk dalam konsorsium itu. Apalagi dalam konsorsium itu, ada BUMN yang agenda prioritasnya bukan untuk infrastruktur transportasi," kata dia.
Sebagai investasi jangka panjang, sambungnya, tentu punya dampak pada pendapatan negara dari konsorsium BUMN.
"Apalagi kita tahu tugas BUMN bukan bisnis semata, tapi juga ada tanggung jawab pelayanan publik, sehingga jangan sampai tugas-tugas prioritas konsorsium BUMN itu terbengkalai.
Pemerintah memastikan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bakal digarap investor asal China. Pelaksanaan proyek tersebut akan digelar dengan model kerjasama business to business (B to B) antara investor China dengan konsorsium BUMN.
Adapun BUMN yang akan terlibat dalam konsorsium tersebut meliputi PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga, PT Kereta Api Indonesia, serta PT Perkebunan Nusantara VIII.
Pemerintah Jepang dan China saling bersaing menggarap proyek kereta cepat bermodel kerja sama G to G.
"Namun, karena kondisi anggaran negara tidak memadai, pemerintah memilih model B to B yang dianggap lebih layak tanpa harus melibatkan investasi APBN langsung, PMN, maupun jaminan pinjaman," demikian Gunawan.
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015