"Tantangan pengrajin batik asli untuk berikan pengetahuan pada masyarakat. Banyak yang belum bisa bedakan batik cap, tulis, dan printing," kata pengusaha batik asal Pekalongan, Jawa Tengah, Yordan saat dihubungi ANTARA News, Jumat.
Menurut Yordan, akibat ketidaktahuan masyarakat membedakan batik itu membuat mereka salah kaprah menilai batik.
"Masyarakat belum bisa bedakan batik printing dan yang cap atau tulis. Karena tidak bisa bedakan, mereka bisa beli batik printing yang harganya misal Rp30.000, mereka mau beli Rp100.000," ujar Yordan.
"Kalau batik cap yang handmade tidak sempurna seperti harga batik printing yang dibuat mesin. Jadi, mereka melihat harganya lebih rendah. Padahal kalau handmade itu nilai ekonomi lebih tinggi, pengrajin desa terlibat dan punya penghilangan dari situ," lanjutnya.
Yordan mengatakan batik printing yang banyak berasal dari Tiongkok adalah tantangan bagi pengrajin batik tradisional. "Kalau batik printing melibatkan pabrik sehingga sentuhan budaya hilang, jadi seperti produk tekstil biasa," katanya.
Ia menambahkan, batik printing juga mempunyai efek negatif karena sangat mencemari lingkungan.
"Himbauannya masyarakat untuk lebih membeli batik cap atau tulis ketimbang batik printing. Agar alam tidak lebih tercemar," tutur Yordan.
Pewarta: Monalisa
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015