"Dolar AS diperdagangkan cenderung melemah terhadap beberapa mata uang dunia termasuk rupiah seiring dengan investor sedang menantikan data penggajian non pertanian (NFP), sebagian investor menahan transaksi dolarnya," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Jumat.
Data itu, menurut dia, dapat menguatkan atau mengikis peluang kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (the Fed) pada tahun ini. Kalangan ekonom memmperkirakan data NFP yang akan dirilis nanti malam menunjukkan penambahan sejumlah 203.000 pekerjaan di bulan September.
"Pelaku pasar diharapkan waspada karena data yang sesuai atau lebih baik dari estimasi akan membuka peluang dolar AS kembali menguat," katanya.
Sementara itu, Analis Pasar Uang PT Bank Mandiri Tbk Reny Eka Putri mengatakan bahwa selain faktor sentimen global, penguatan rupiah juga diperkirakan akibat sebagian pelaku pasar mulai mengantisipasi paket kebijakan ekonomi jilid II yang telah dikeluarkan.
"Paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah cukup positif untuk jangka menengah dan panjang," katanya.
Kendati demikian, lanjut dia, potensi dolar AS kembali mengalami penguatan masih terbuka selama belum adanya kepastian waktu mengenai kenaikan suku bunga acuan the Fed.
"Sebagian kalangan analis memproyeksikan kenaikan suku bunga the Fed terjadi pada Desember tahun ini, dalam kurun waktu itu fluktuasi rupiah diperkirakan bervariasi," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat (2/10) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp14.709 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp14.654 per dolar AS.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015