Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf sempat mengira bahwa tekstil bermotif batik alias batik cetak, sama dengan batik tulis atau batik cap yang motifnya dibuat dengan malam.

Saat diberitahu, dia mengaku malu karena memakai batik cetak yang tidak memberi kontribusi apa pun pada pembatik Tanah Air.

Triawan kemudian mencari batik-batik asli yang dibuat pengrajin Indonesia. Dia menyadari jerih payah pembatik membuat harga kain lebih mahal ketimbang batik printing yang dapat diproduksi secara massal dalam waktu relatif singkat.

"Makanya saya cari yang murah ke Jogja," kata Triawan dalam jumpa pers FIMELAFest 2015 di Jakarta, Kamis.


Salah satu hal yang istimewa saat memakai batik adalah cerita di balik motif-motifnya.

"Kita bisa cerita sama orang-orang tentang apa yang kita pakai," kata Triawan.

Dia berharap batik dapat menjadi kebanggaan bagi masyarakat Indonesia sebagai pilihan busana sehari-hari. Dia optimistis perkembangan batik yang termasuk dalam dunia fesyen Indonesia dapat terus berkembang hingga diakui dunia.

Untuk mempercepat impian itu, Badan Ekonomi Kreatif akan membantu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi para pegiat fesyen, seperti regulasi, hak cipta hingga ketersediaan bahan baku.

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015