Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan pemerintah Indonesia harus memiliki wibawa terhadap pemerintah Arab Saudi, terkait dengan pengelolaan ibadah haji.
"Kita tidak punya komunikasi yang berwibawa kepada pemerintah Arab Saudi," katanya di Gedung Nusantara III, Jakarta, Rabu.
Dia menilai tidak adanya komunikasi antara pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi karena posisi Indonesia yang dinilai paling bawah.
Menurut dia, peringkat pertama negara yang mendapat perhatian pemerintah Arab Saudi adalah negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.
"Peringkat kedua negara-negara seperti Turki dan Malaysia, peringkat ketiga adalah negara-negara di Afrika. Indonesia kelihatannya paling bawah sehingga tidak ada komunikasi," ujarnya.
Fahri yang juga menjadi Ketua Tim Pengawas Haji DPR mengatakan Amirul Hajj Indonesia harus memastikan keselamatan jamaah haji Indonesia di Arab Saudi.
Hal itu menurut dia, karena 65 persen jamaah haji asal Indonesia merupakan orang berusia lanjut dan menunggu antrean haji sekitar 10-20 tahun.
"Amirul Hajj harus bekerja seperti berangkat perang, kalau dilihat medannya (di Arab Saudi) seperti memimpin pasukan yang jumlahnya 200.000 orang dan semuanya harus selamat dengan strategi pengamanan yang luar biasa," ujarnya.
Fahri menyarankan agar pemerintah memperbanyak personel TNI dan Kepolisian menjadi pengawas haji.
Ketua Fraksi PKS di DPR, Jazuli Juwaini mengatakan jumlah jamaah haji Indonesia merupakan terbesar di dunia sehingga pemerintah Indonesia harus meningkatkan posisi tawarnya.
Hal itu, menurut dia, diperlukan agar fasilitas yang diperoleh jamaah haji asal Indonesia bisa terpenuhi dengan baik sehingga kejadian tenda dan karpet robek yang digunakan jamaah, tidak terjadi lagi.
"Misalnya hari H wukuf, ada 12 jamaah yang meninggal karena kepanasan," ujarnya.
Menurut dia, berdasarkan hasil tinjauannya saat insiden di Mina, pemerintah Indonesia harus bisa menempatkan petugasnya di Mina dan Musdalifah. Hal itu untuk menghindari jamaah tersesat serta harus disiapkan posko kecil.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015