... para politisi itu apa mereka berjuang untuk republik atau untuk impor?...Jakarta (ANTARA News) - Ahli ekonomi dan lingkungan senior Indonesia, Emil Salim, menilai petani tembakau di Indonesia justru akan menderita akibat memasukkan rokok kretek sebagai warisan budaya dalam draf RUU Kebudayaan.
Alasannya, hingga saat ini tembakau yang digunakan dalam produksi pembuatan rokok di Indonesia adalah tembakau impor.
Salim, di Jakarta, Rabu, menegaskan, jika RUU itu lolos maka peraturan industri rokok lebih memihak petani dalam negeri.
"Harga tembakau justru anjlok oleh tembakau impor yang jadi bahan baku rokok. Rokok di kita itu belum pakai produksi dalam negeri tapi masih impor, dan petani kota yang terpukul. Coba para politisi itu apa mereka berjuang untuk republik atau untuk impor?," kata dia.
Salim, di Jakarta, Rabu, menegaskan, jika RUU itu lolos maka peraturan industri rokok lebih memihak petani dalam negeri.
"Harga tembakau justru anjlok oleh tembakau impor yang jadi bahan baku rokok. Rokok di kita itu belum pakai produksi dalam negeri tapi masih impor, dan petani kota yang terpukul. Coba para politisi itu apa mereka berjuang untuk republik atau untuk impor?," kata dia.
Dia berharap pasal kretek dalam draf RUU Kebudayaan itu tak lolos dalam pembahasan Badan Legislasi sebelum nanti dibawa ke sidang paripurna DPR.
Jika RUU lolos dan disahkan maka konsekuensinya, pemerintah harus mensosialisasikan serta mempromosikan kretek tradisional.
"Itu artinya sama saja merusak generasi muda. Kalau rokok justru dipromosikan dan dianjurkan, bagaimana nasib generasi muda itu pada 2045?" Katanya.
Untuk itu, Salim bersama sejumlah tokoh bangsa menggugat pemerintah untuk menyelamatkan generasi emas (usia 30 tahun ke bawah) agar kualitas fisik dan kesehatannya bebas dari narkoba, miras dan rokok.
"Untuk itu, suasana politik jangan permisif. Jangan mudah dipengaruhi power of money, government yang lunak ditambah politisi korup yang jadi taruhan mereka adalah keberlanjutan publik 100 tahun ke depan."
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015