Jakarta (ANTARA News) - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan buruh dan pekerja menolak formulasi pengupahan yang ada dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan karena dianggap sebagai perpanjangan tangan kapitalisme.
"Kebijakan formulasi upah minimum dalam RPP Pengupahan dipastikan mendapat intervensi dari Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) yang merupkan perpanjangan tangan kapitalisme," kata Said Iqbal di Jakarta, Senin.
Iqbal mengatakan intervensi Bank Dunia dan IMF akan menyebabkan liberalisasi dan kapitalisasi terhadap upah minimum pekerja yang dampaknya akan mengancam jaminan rakyat untuk hidup layak.
Menurut Iqbal, arah formulasi upah dalam RPP Pengupahan yang berdasarkan rumus kenaikan upah minimum = inflasi + (alfa x PDB), dengan alfa berkisar 0,1 hingga 0,6, sudah jelas berdasarkan kepentingan kapitalis yang tidak ingin keuntungannya berkurang.
"Apalagi, ada pernyataan bahwa solusi peningkatan pertumbuhan ekonomi adalah dengan pengendalian upah. Hal itu jelas sangat membingungkan. Pengendalian upah hanya dilakukan di negara-negara komunis, itu pun pemerintah memberikan banyak subsidi," tuturnya.
Iqbal mengatakan dasar inflasi dan produk domestik bruto (PDB) dalam menentukan upah minimum menurut formulasi tersebut juga sangat politis. Inflasi yang digunakan adalah inflasi rata-rata, bukan inflasi riil.
"Yang paling terasa dalam inflasi adalah kenaikan harga-harga makanan, transportasi dan sewa rumah. Inflasi riil komoditas itu jauh di atas inflasi rata-rata," jelasnya.
Iqbal mengatakan bila pemerintah tetap menetapkan RPP Pengupahan menjadi peraturan pemerintah, maka akan bertentangan dengan program Nawa Cita Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Kalau RPP Pengupahan disahkan, Nawa Cita hanya akan jadi omong kosong. Buruh akan melakukan pemogokan umum dengan menutup pelabuhan, terminal dan jalan tol untuk mengingatkan pemerintah," katanya.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015