"Ada sekitar 6.496 pekerja terancam PHK, posisi saat ini dirumahkan," kata Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan Sahat Sinurat di Jakarta, Senin.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi disebut sebagai salah satu penyebab PHK, yang jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih besar dari jumlah yang tercatat.
"Angka ini (adalah) angka yang dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja," tambah Sahat.
PHK terjadi di beberapa sektor yang banyak menyerap tenaga kerja seperti industri garmen, sepatu, elektronik dan pertambangan batu bara.
Sahat memaparkan PHK terjadi di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sumatera Utara dan Riau.
Alasan PHK antara lain tidak adanya pesanan masuk ke perusahaan, efisiensi, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang tidak diperpanjang, perusahaan mengakhiri perpanjangan kontrak kepada pihak ketiga dan perusahaan tutup.
"Saat ini dilakukan koordinasi dengan Disnaker untuk meningkatkan pembinaan kepada perusahaan. Kemudian juga mendorong lembaga kerja sama bipartit ditingkatkan di perusahaan," ujarnya tentang upaya mencegah PHK.
Selain itu pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal.
Dalam surat edaran itu, pemerintah menganjurkan beberapa langkah yang dapat ditempuh perusahaan sebelum melakukan PHK yaitu mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, mengurangi shift, membatasi atau menghapuskan kerja lembur serta mengurangi jam kerja.
Selain itu perusahaan disarankan terlebih dahulu melakukan upaya seperti mengurangi hari kerja, meliburkan/merumahkan pekerja, tidak memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya dan memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.
Pewarta: Arie Novarina
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015