Jakarta (ANTARA News) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat Indeks Standard Pencemaran Udara (ISPU) di beberapa kota di Kalimantan dan Riau berada pada level berbahaya, Sabtu.
Hingga pukul 14.00 WIB, ISPU di sejumlah kota tercatat jauh di atas ambang batas minimum level berbahaya yaitu 350. ISPU di Palangkaraya tercatat 1.912 gram per meter kubik, Pekanbaru 401 per meter kubik, Pontianak 602 per meter kubik, Kampar 419 per meter kubik, Bengkalis 429 per meter kubik, dan Siak 527 per meter kubik.
"Sementara ISPU di Jambi tidak termonitor karena alatnya rusak. Sedangkan di Banjarbaru ISPU tercatat 66 per meter kubik dan di Samarinda 98 per meter kubik atau level sedang," kara Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho pada Antaranews di Jakarta, Sabtu.
Memburuknya kualitas udara berakibat pada memburuknya jarang pandang di Palangkaraya sejak tadi pagi hingga siang yang tercatat hanya 50-300 meter. "Asap sangat pekat dan siang hari cuaca terlihat kuning kecoklatan. Jarak pandang di Pekanbaru 500 m, Kerinci 400 m, Jambi 300 m, Palembang 1.500 m, Pontianak 2.500 m, Sintang 400 m, dan Banjarmasin 8.000 m," kata Sutopo.
Kualitas udara yang buruk berpengaruh pada kesehatan masyarakat. Hingga say ini penderita ISPA di Pekanbaru 34.846 jiwa, Jambi 31.191 jiwa, Sumsel 22.855 jiwa, Kalbar 21.130 jiwa, Kalteng 4.121 jiwa sejak tiga hari yang lalu, dan Kalsel 53.428 jiwa.
Sementara itu, kualitas udara di Singapura sudah mulai membaik. Sepanjang hari pada Jumat (25/9) kualitas udara di Singapura pada level sangat tidak sehat hingga berbahaya yaitu 267- 322 Particulate Standard Index (PSI).
"Berbeda dengan Indonesia, Singapura menggunakan ambang batas kualitas udara yang lebih ketat yakni jika tercatat lebih dari 300 PSI, maka udara dinyatakan berbahaya. Pada Sabtu (26/9) pukul 15.00 WIB, kualitas udara berkisar 90-107 PSI atau sedang," kata Sutopo.
Operasi darurat asap terus dilakukan, baik melalui udara, darat, penegakan hokum dan sosialiasi. Meaki demikian, kebakaran masih terus berlangsung. "Ada dua penyebab yaitu api lama yang sudah padam, menyala kembali karena ada di lahan gambut. Yang kedua adalah dibakar lagi. Berdasarkan laporan di lapangan maupun pantauan satelit terlihat bahwa titik-titik api ada di daerah baru maupun daerah lama," kata Sutopo.
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015