Semoga dalam tiga atau empat tahun bisa kita ambil alih sambil menyiapkan tenaga dan infrastrukturnya"
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia akan berusaha mengambil alih pengelolaan wilayah informasi penerbangan (flight information region/FIR) di ruang udara Kepulauan Riau yang sekarang dikelola Singapura, meskipun persoalan tersebut bukan menyangkut kedaulatan tapi terkait manajemen.
Dan yang dibutuhkan untuk mengambil alih pengelolaan FIR itu antara lain kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia, kata Menkopolhukam Luhut Pandjaitan.
"Semoga dalam tiga atau empat tahun bisa kita ambil alih sambil menyiapkan tenaga dan infrastrukturnya. Indonesia serius mengenai pemindahan kuasa FIR ini," ujar Luhut di Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat.
Pemerintah Indonesia, lanjut dia, sudah mengambil langkah-langkah secara bertahap terkait hal ini, termasuk dengan melakukan pertemuan dengan petinggi Singapura.
Luhut sendiri menyatakan dirinya sudah bertemu dengan Deputi Perdana Menteri Singapura Teo Chee Hean sekitar seminggu lalu. Pertemuan terkait FIR tersebut dilakukan dalam suasana persahabatan.
"Dialog berjalan dengan baik, semangatnya positif. Selain itu saya juga bertemu Deputi Perdana Menteri Malaysia yang menyatakan mereka mendukung untuk kita mengambil alih FIR itu tiga atau empat tahun dari sekarang," tutur pria yang sempat menjabat sebagai Kepala Staf Presiden ini.
Sebelumnya, pemerhati dan pengajar hukum internasional Damos Agusman, dalam tulisannya kepada Antara, pernah menyinggung bahwa FIR tidak terkait dengan kedaulatan.
FIR di Singapura, yang membuat pesawat Indonesia yang melintasi wilayah udara di perairan kepulauan Riau meliputi Natuna harus meminta izin dari Air Traffic Control (ATC) Singapura, sering dianggap "menginjak kedaulatan" Indonesia.
"FIR adalah soal manajemen lalu lintas udara yang harus diatur dengan tujuan demi keselamatan lalu lintas udara," tulis Damos.
FIR ini sendiri diatur oleh Organisasi Penerbangan Sipil (ICAO) yang sudah disetujui oleh Indonesia. Bahkan, seperti kata Damos, kesepakatan dari ICO, FIR Indonesia di Makassar mengontrol lalu lintas udara Timor Leste dan FIR Jakarta mengatur Christmas Island (Australia).
Kedua negara ini tidak pernah mengeluhkan bahwa kedaulatannya tergerus oleh Indonesia.
Juga terjadi pada Royal Brunei, pemerintah Brunei Darussalam, pun harus minta izin ke Malaysia ketika terbang melintasi negaranya sendiri.
Ada pun FIR Singapura telah mengontrol wilayah udara di Kepulauan Riau dan Natuna sejak 1946. Menurut Damos yang merupakan doktor lulusan Goethe University of Frankfurt, saat itu tidak membutuhkan izin Indonesia karena ketika sebagian wilayah ini merupakan laut bebas, sebelum adanya Deklarasi Djuanda 1957, yang disetujui pada UNCLOS 1982.
Tetapi, Damos melanjutkan, sebelum UNCLOS 1982, Indonesia telah mendelegasikan hak pengaturan udara kepada Singapura yaitu pada tahun 1973 yang kemudian disahkan oleh ICAO.
"Semua pembagian tugas yang diatur dan ditetapkan oleh ICAO adalah berdasarkan pertimbangan teknis keselamatan penerbangan semata. Regulasi ICAO sendiri sudah tegas mengatakan bahwa kontrol suatu negara terhadap lalu lintas udara di atas negara lain tidak berarti negara tersebut berdaulat di udara negara yang bersangkutan," kata dia.
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015