... atau dengan kata lain tidak dijual secara bebas, keinginan orang untuk mengkonsumsi miras bisa dikurangi...
Jakarta (ANTARA News) - Keputusan pemerintah merelaksasi aturan larangan penjualan minuman beralkohol golongan A atau yang memiliki kadar alkohol di bawah lima persen --di antaranya bir-- di gerai-gerai minimarket yang sangat mudah diakses, dikhawatirkan berdampak pada konsumsi tidak terkendali di masyarakat.


Terutama jika relaksasi itu berujung pada pencabutan larangan penjual minuman beralkohol di minimarket.


Padahal, pemberlakukan aturan sebelumnya, yang secara tegas melarang penjualan minuman beralkohol di minimarket sejauh ini mampu mengontrol angka konsumsi masyarakat.


"Larangan penjualan minuman beralkohol di minimarket cukup berpengaruh mengontrol konsumsi minuman itu, karena aksesnya jadinya kecil," ujar ahli sosiologi, Nia Elvina MSi, kepada www.antaranews.com, di Jakarta, Jumat.


"Jika pasarnya tidak terbuka, atau dengan kata lain tidak dijual secara bebas, keinginan orang untuk mengkonsumsi miras bisa dikurangi. Karena barangnya tidak tersedia dengan mudah," tambah dia.


Oleh karena itu, menurut dia, jika pemerintah berniat mencabut larangan itu, maka sebaiknya dipertimbangkan kembali, mengingat kembali terbukanya akses masyarakat mendapatkan minuman beralkohol.


"Saya kira untuk larangan dijual di minimarket, sebaiknya jangan dicabut. Karena semakin mudah masyarakat mendapatkan miras dan juga sulit untuk dikontrol, kalangan mana saja yang mengkonsumsi miras tersebut," tutur dia.


Ketimbang mencabut larangan, kata dia, pemerintah sebaiknya membuat aturan lebih ketat soal penjualan misalnya untuk toko-toko tertentu saja. Kemudian, batasan minimal usia konsumen, misalnya dewasa usia minimum 21 tahun.

"Akan tetapi pemerintah bisa membuat aturan bagi toko-toko tertentu yang bisa menjual miras, dengan tentunya persyaratan tertentu juga. Misalnya mereka nantinya harus punya data base konsumen yang mengkonsumsi miras, sehingga bisa dikontrol pembelian dari masyarakat," kata dia.


Sebelumnya, Kementerian Perdagangan mengeluarkan aturan yang melarang penjualan minuman beralkohol di minimarket, melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang perubahan kedua atas Permendag Nomor 20/M-DAG/4/2014 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penjualan minuman beralkohol.


Aturan itu baru berjalan efektif sejak April 2015, dalam masa kepemimpinan Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel. Namun, aturan rencananya direlaksasi setelah Gobel digantikan Thomas Lembong beberapa waktu lalu, khususnya soal petunjuk teknisnya, melalui Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 04/PDN/PER/4/2015.


Aturan itu dinilai kembali "membebaskan" peredaran minuman beralkohol walaupun masih ada peran pemerintah daerah untuk mengaturnya.


Nantinya, kebijakan tergantung pemda setempat, apakah penjualan minuman beralkohol di minimarket dilarang atau justru diperbolehkan.

Pewarta: Lia W Santosa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015