Zurich (ANTARA News) - Para jaksa penuntut Swiss yang memeriksa korupsi di dunia sepak bola mendapat janji dari FIFA pada Kamis, bahwa para penyelidik akan mendapatkan askses terhadap surat-surat elektronik (surel) sekretaris jenderal Jerome Valcke yang sedang diskors, jika berbagai persyaratan dapat dipenuhi.
Jaksa Agung Swiss Michael Lauber meminta akses terhadap semua surel Valcke sebagai bagian dari penyelidikannya terhadap proses pencalonan tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022.
Lauber menerima banyak dokumen elektronik yang terkait dengan kasus itu, namun koresponden Valcke -- mantan tangan kanan ketua FIFA Sepp Blatter -- sejauh ini telah diblok.
Namun pada Kamis, "FIFA menginformasukan kepada Kantor Jaksa Agung Swiss bahwa FIFA akan memberikan akses terhadap akun-akun surel Tuan Jerome Valcke jika berbagai persyaratan dapat dipenuhi," kata pernyataan yang dikirim kepada AFP oleh Andre Marty, juru bicara Lauber.
Janji dari FIFA itu terjadi ketika komite eksekutif bertemu di Zurich, di mana para pejabat papan atas menerima pembaruan-pembaruan seputar krisis di sekitar badan sepak bola dunia yang sedang terhantam skandal itu.
Blatter siap menghadapi media pada Jumat, di mana ia akan disambut pernyataan-pertanyaan mengenai investigasi Swiss, yang terpisah dari penyelidikan kubu AS yang mencari kasus korupsi di dunia sepak bola, serta pemberhentian mendadak Valcke.
"Berkomitmen" membantu
Valcke meninggalkan posisinya pada pekan lalu di tengah tudingan bahwa ia setuju agar tiket-tiket Piala Dunia dijual pada harga-harga yang meningkat dengan cepat. Pria asal Swiss itu menepis tudingan dirinya telah melakukan kesalahan.
Para jaksa penuntut Swiss, yang meminta akses kepada koresponden Valcke sebelum ia dipecat, tidak memberi indikasi mengenai persyaratan yang diminta FIFA sebagai pertukaran untuk membuka blokir terhadap surel.
FIFA pada Kamis pagi menegaskan pihaknya "berkomitmen" untuk membantu penyelidikan apapun.
Jaksa agung sebelumnya mengatakan aset-aset termasuk flat-flat di Swiss Alps telah disita sebagai bagian terhadap penyelidikannya, di mana ia memperingatkan bahwa pihaknya bahkan belum mencapai masa turun minum.
Lauber tidak menyebut nama-nama lain yang dapat menghadapi dakwaan kriminal di Swiss, dan dengan demikian masih belum jelas apakah Valcke merupakan target utamanya.
Namun, sebelum pemecatannya, mantan sekretaris jenderal itu telah berada di bawah ancaman setelah terlibat dalam dugaan penyuapan oleh Afrika Selatan terkait dengan hak mereka menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010.
Rusia dan Qatar memenangi hak untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022, namun mereka dapat kehilangan hak itu jika terdapat bukti-bukti jelas bahwa terjadi penyuapan, kata para ofisial FIFA.
Blatter akan hadapi pertanyaan-pertanyaan.
Sejak pertemuan terakhir komite eksekutif, krisis seputar FIFA telah meningkat.
Pada Rabu, kementrian kehakiman Swiss menyetujui ekstradisi ke AS untuk Rafael Esquievel, pria asal Venezuela yang merupakan mantan ofisial FIFA, yang merupakan salah satu dari sejumlah orang yang ditahan pada penyergapan dini hari di Zurich pada Mei.
Swiss juga menyetujui transfer ke yuridiksi AS terhadap mantan wakil presiden FIFA Eugenio Figueredo, pria asal Uruguay, di mana keputusan-keputusan ekstradisi terhadap empat tersangka lain akan keluar pada beberapa hari mendatang.
Juga pada pekan lalu, jaksa agung AS Loretta Lynch mengatakan kasusnya membesar dan kemungkinan beberapa orang lagi akan didakwa.
Lynch yang membuka krisis di FIFA pada Mei, ketika kantornya membuka dakwaan terhadap 14 orang -- sembilan ofisial sepak bola dan lima eksekutif perusahaan pemasaran olahraga -- yang dituding terlibat dalam skandal penyuapan yang bernilai lebih dari 150 juta dolar sejak 1991.
Konferensi pers Blatter dijadwalkan akan berlangsung pada pukul 02.00 siang (14.00 GMT) pada Jumat, setelah komite eksekutif FIFA menerima pembaruan internal FIFA terhadap penyelidikan-penyelidikan Swiss dan AS.
Hal lain yang juga masuk agenda pertemuan itu adalah proposal-proposal awal dari komite reformasi FIFA yang baru, yang di antara sejumlah pendekatan lain, mengapungkan ide pembatasan jangka waktu jabatan presiden dan transparansi keuangan yang lebih ketat terkait kompensasi untuk para ofisial papan atas, demikian AFP melaporkan.
(H-RF)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015